Senin, Maret 29, 2010

ASTRONOM DARI GAZA

Kisah Pilu, Astronom dari Medan Perang Gaza 
Terlahir dari keluarga miskin di medan pertempuran, Baraka menjadi seorang astrofisikawan.
Minggu, 28 Maret 2010, 18:43 WIB
Heri Susanto

Baraka Sulaeman (AP)       

web tools

VIVAnews - Kisah perjalanan Baraka Suleiman, seorang astrofisikawan ini sungguh mengharukan. Dilahirkan sebagai anak tertua dari 14 bersaudara dari seorang tukang daging yang miskin di sebuah medan pertempuran yang ganas di Gaza, ia bangkit menjadi seorang astrofisikawan yang sempat bekerja di NASA, badan antariksa Amerika Serikat.

Sekarang, pada usia 45 tahun, ia pulang kampung dengan misi baru. Dari kawasan yang diblokade, ia akan mengajar anak-anak untuk melihat keindahan alam semesta yang tidak terbatas.

Dia telah memperoleh teleskop pertama di Gaza, sumbangan dari Persatuan Astronomi Internasional. Dia berencana memperkenalkan ilmu astronomi ke tiga universitas di Gaza. Bahkan, dia juga bermimpi membangun sebuah observatorium dan stasiun penelitian geomagnetik.

Mungkin itu impian yang sangat ambisius untuk sebuah wilayah yang terkekang antara Israel dan Mesir selama hampir empat tahun. Tapi Baraka yang keras kepala tetap optimistis. Di wilayah yang terjebak konflik agama dan politik sekalipun, ia masih melihat ada sisi kesamaan, bukan perbedaan mereka.

"Ada alam semesta yang indah untuk semua orang - tanpa batas, tanpa pagar, dan tidak ada dinding," katanya dalam sebuah wawancara.

Baraka kehilangan anaknya, Ibrahim, 11 tahun, selama perang Israel versus Hamas lebih dari setahun lalu.

Pada saat itu, Baraka tengah berada di Virginia Tech, guna mengikuti program penelitian dari NASA dan National Science Foundation. Sementara istri dan empat anak tetap tinggal di kota kelahirannya, Khan Younis di bagian selatan Gaza.

Pada 29 Desember 2008, sebuah pesawat perang Israel mengebom rumah keluarga Baraka. Ibrahim menjadi korban dan dirawat di rumah sakit di Mesir karena kepalanya patah. Baraka pun terbang dari AS ke Mesir. Dia berdoa dan menangis di samping tempat tidur anaknya. Namun, Ibrahim tidak pernah sadarkan diri dan meninggal seminggu setelah pemboman.

Ibrahim adalah salah satu dari sekitar 1.400 orang Palestina yang tewas dalam tiga minggu serangan ofensif Israel untuk mengakhiri tembakan roket dari Gaza ke kota-kota Israel.

Selain itu, Baraka dilarang memasuki Gaza saat perang sedang terjadi. Karenanya, dia terbang kembali ke Amerika Serikat guna menyelesaikan risetnya setahun.

Pada Oktober ia kembali ke Gaza dengan misi baru. Dia akan mengajak anak-anak bergembira melihat ruang angkasa.

Sebuah malam pada 12 Maret 2010, ia menggelar pesta "Bintang" pertama. Mengenakan topi NASA, ia mendirikan teleskop di halaman sekolah anaknya di Khan Younis. Dia mengajar tiga lusin murid, sebagian besar anak-anak, beberapa diantaranya gadis berjilbab, sejumlah orangtua dan guru.

Beberapa orang dewasa mempertanyakan apakah ilmu ruang angkasa sesuai dengan ajaran Islam. Namun, Baraka memenangkan kepercayaan mereka dengan mengutip ayat-ayat Quran.

Kemudian anak-anak mencoba teleskop. "Ini adalah sesuatu yang indah," kata Abdullah Majaideh, 14, setelah menatap ke langit. "Tadinya, aku tidak pernah berharap bisa melihat dengan teleskop dan melihat dunia luar."

Baraka berbalik, kemudian meneteskan air mata.

Menjelajah luasnya ruang angkasa adalah hal yang sangat langka bagi warga Gaza yang terisolasi. Dengan luas 360 kilometer persegi, Gaza adalah salah satu kota paling padat dengan 1,5 juta orang penduduk yang dikekang dengan pagar, dinding, hingga dijaga tentara Angkatan Laut Israel. Kontak dengan dunia luar sangat sporadis.

Baraka sesungguhnya pernah mengundang seorang pensiunan astronot NASA, Jeffrey Hoffman, dan ketua Persatuan Astronomi Internasional, Bob Williams berkunjung ke Gaza. Namun, karena ketidakpastian memasuki wilayah pada akhir Januari, kunjungan dialihkan ke Tepi Barat, wilayah Palestina lainnya.

Baraka mulai tertarik dengan ruang angkasa saat sekolah menengah. Ia mengaku dibesarkan di sebuah keluarga yang menghargai pendidikan, meskipun orang tuanya hanya sedikit mengenyam pendidikan formal. Dari semua saudaranya, cuma dua yang melanjutkan ke perguruan tinggi.

Setelah mempelajari fisika, ia masuk ke politik, menghabiskan dua tahun di sebuah penjara Israel karena ikut organisasi Fatah yang kemudian memegang posisi pemerintah Palestina. Tapi setelah upaya perdamaian runtuh pada 2000, ia kembali ke dunia akademis.

Ia memperoleh gelar master di bidang fisika dari Universitas Islam Gaza, gelar doktor dari Institut Astrofisika Paris. Setelah sempat kembali ke Gaza, dia kemudian dipekerjakan oleh Virginia Tech lewat program hibah setahun penuh.

Baraka, istri dan tiga anak yang bertahan hidup kini tinggal di sebuah apartemen dengan perabotan penuh tumpukan buku. Di seberangnya masih terlihat bekas rumah mereka yang sudah rata dengan tanah karena dibom Israel. "Saat itu, Ibrahim dan neneknya berada di dekat rumah ketika bom menghantam," katanya.

Kini, ia tengah mencoba mengejar ketinggalan penelitian, serta menghadapi masalah listrik yang sering padam. Bagi Baraka, kepuasan terbesar adalah menginspirasi anak-anak muda, termasuk mahasiswa astronomi.

"Aku akan menunjukkan kepada mereka jalan," katanya, "seperti aku tunjukkan jalan kepada mereka sebelumnya."


salama'


--
daengrusle
http://daengrusle.wordpress.com
YM: daengrusle@ymail.com
FB/GTalk: daengrusle@gmail.com


Buat sendiri desain eksklusif Messenger Pingbox Anda sekarang!
Membuat tempat chat pribadi di blog Anda sekarang sangatlah mudah

Rabu, Maret 24, 2010

PRESS RELEASE

Untuk Disiarkan
Segera

Tolak Pembredelan
Radio Era Baru

Hari ini kebebasan berekspresi dan menyatakan pendapat di Indonesia
kembali tercederai. Kebringasan aparat yang tidak memahami makna penghargaan
terhadap hak asasi manusia untuk bebas menyatakan pendapat dan berekspresi
membuahkan pembredelan terhadap Radio Era Baru Batam. Pembredelan yang
berlangsung Rabu (24/3) ini dilakukan oleh Balai Monitoring (Balmon) dan Pihak
Kepolisian Batam.

Pembredelan itu berlangsung sehari setelah Era Baru dan
Komnas HAM melakukan Press Conference di Komnas HAM, Jakarta. Dalam
penjelasannya, Komnas HAM Indonesia menyatakan adanya intervensi pemerintah
China terhadap Indonesia dalam kasus Radio Era Baru. Untuk itu Komnas HAM akan
mengajukan protes terhadap Pemerintah China melalui Kedubes China di Jakarta.

Pembredelan Radio Era Baru kali ini disertai
pengambilpaksaan peralatan, penyegelan dan pencabutan izin radio Era Baru.
Padahal, secara hukum Radio Era Baru masih dalam proses sengketa setelah
izinnya dibekukan oleh Depkominfo pasca seruan keberatan Pemerintah China atas
siaran-siaran di radio ini.

Atas peristiwa itu, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers
mengutuk dengan keras perbuatan amoral yang telah dilakukan oleh Balai
Monitoring dan Pihak Kepolisian Batam Kepulauan Riau dengan melakukan
pembredelan terhadap Radio Era Baru. PBH Pers menuntut:

1.      
Perlindungan dan penghormatan kebebasan pers di
Indonesia dengan tidak melakukan intervensi terhadap kedaulatan hukum Indonesia
;

2.      
Perlindungan atas intervensi pemerintah komunis
China terhadap radio Erabaru;

3.      
Perlindungan dan penghormatan terhadap hak
masyarakat Indonesia untuk memperoleh 
informasi karena itu merupakan hak asasi manusia yang sangat hakiki
untuk menegakkan keadilan dan kebenaran ;

4.      
Mendorong kepada kepada semua pihak manapun
untuk menggunakan UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers  dan  UU
No. 32 tahun 2002 tentang Penyiaran untuk menyelesaikan setiap persoalan pers
dan penyiaran

 

Jakarta,
24 Maret 2010

Hormat
kami,

Hendrayana
Direktur
Esekutif LBH Pers


Kronologi Kasus
Radio Era Baru :

21 Juni 2004 : Radio
Erabaru mendapat rekomendasi dari Walikota Batam untuk mengurus ijin frekwensi
di Departemen Perhubungan dan Telekomunikasi RI c/q Dinas Perhubungan Propinsi
Riau;

21 Agustus 2004 :
Radio Erabaru mendapat rekomendasi dari Gubernur Riau;

3 September 2004:
Radio Erabaru mendapat perijinan frekuensi 106.1 MHz dari Dinas Perhubungan
Propinsi Riau;

01 Maret 2005:
Radio Era baru mulai mengudara. Target segmen pendengar Radio Erabaru adalah
masyarakat berbahasa Mandarin / Tionghoa dengan format umum (musik, hiburan,
berita, budaya, komersial, dll), bahasa pengantar  Indonesia 20% dan Mandarin 80%, menjangkau
area siaran Batam, Bintan, Karimun, Singapore dan Johor;

Berkaitan dengan program berita, diantaranya tentang berita
pelanggaran HAM – Hak Asasi Manusia yang terjadi di China misal kasus
pembunuhan dan pengambilan organ tubuh praktisi Falun Gong, kerusuhan di Tibet,
penganiayaan kaum muslim Uighur, dll;

28 Juni 2005: KPID
- Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Propinsi Kepri resmi mulai berdiri;

17 September 2005:
KPID Propinsi Kepri mengumumkan pendaftaran bagi lembaga penyiaran
Radio/Televisi yang ingin mendapatkan IPP – Ijin Penyelenggaraan Penyiaran,
sesuai yang diamanatkan dalam Undang-undang 32 / 2002;

22 Desember 2005: Radio
Erabaru mengajukan permohonan IPP ditujukan kepada KPID Kepri dan Menteri
Kominfo dengan usulan frekuensi / kanal 106.5 MHz, dan melampirkan proposal
studi kelayakan (teknis, program siaran, managemen, dll);

18 April 2006 :
KPID Kepri datang berkunjung ke kantor Radio Erabaru untuk melakukan Verifikasi
Faktual. Beberapa anggota komisi dari KPID Kepri mendukung program radio Radio
Erabaru untuk tetap dominan berbahasa Mandarin supaya bisa bersaing dengan
radio Singapore dan Johor.

19 April 2006 :
KPID Kepri mengadakan EDP – Evaluasi Dengar Pendapat yang dihadiri oleh segenap
lapisan masyarakat (DPRD, budayawan, pakar ekonomi, aktifis perempuan, dan LSM)
dalam rangka proses permohonan IPP dari Radio Erabaru;

29 April 2006 :
Setelah melalui proses Verifikasi Administrasi, Verifikasi Faktual dan EDP,
Radio Erabarau telah berhasil mendapatkan Sertifikat Rekomendasi Kelayakan dari
KPID Kepri untuk siaran pada Frekuensi 106.5 MHz, dan DINYATAKAN LAYAK untuk
mendapatkan IPP;

18 Mei 2006 :
KPID Kepri meminta kepada Radio Erabaru agar menyiarkan Ad Lips informasi
tentang "Sosialisai Hasil Pemantauan Isi Siaran Televisi"

13 Nopember 2006 :
KPID Kepri meminta kepada Radio Erabaru agar menyiarkan ILM - Iklan Layanan
Masyarakat tentang "sosialisasi peran dan fungsi KPID" dan "panduan menonton
televisi sehat";

6 Desember 2006:
KPID Kepri mengadakan kunjungan ke Radio Erabaru untuk mengkaji kelengkapan
infrastruktur penyiaran agar sesuai proposal permohonan IPP yang telah
diajukan;

08 Mei 2007: muncul
berita di web KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) yang isinya tentang permintaan
Kedubes China agar KPI menutup siaran Radio Erabaru karena menyiarkan
propaganda politik yang mendeskreditkan pemerintah China dan menuduh radio
Erabaru dibiayai oleh Falun Gong;

09 Mei 2007:
KPID Kepri meminta kepada Radio Erabaru arsip siaran 1 Mei 2006 s/d 10 Mei
2007;

23 Mei 2007:
Radio Erabaru bersama LBH-Pers dan AJI-Jkt berkunjung ke KPI membantah tuduhan
Kedubes China dan menilai upaya Kedubes China adalah suatu tindakan arogan dari
sistem negara komunis yang berusaha mengintervensi kebebasan pers di Indonesia;

28 Mei 2007:
Radio Erabaru berkunjung ke Dewan Pers. Dewan Pers dengan tegas menolak
Intervensi Asing Terhadap Pers Indonesia;

30 Mei 2007:
Koalisi Peduli Pers dan Penyiaran yang terdiri dari LBH-Pers, Radio Erabaru,
AJI-Jkt, GHURE, dan para Jurnalis, mengadakan aksi Menolak Intervensi Asing
terhadap Pers Indonesia di depan gerbang Kedubes China;

28 Juni 2007:
KPID Kepri menilai penggunaan bahasa Mandarin dalam program siaran Radio Erabaru
terlalu kebanyakan, KPID Kepri meminta agar dilakukan perubahan yang mendasar.
(dalam UU 32/2002 dan peraturan KPI tidak disebutkan dengan tegas batasan
prosesntase penggunaan bahasa asing – Red);

18 September 2007:
Peraturan KPI No. 3 / 2007 tentang perubahan Standar Program Siaran mulai
diberlakukan. Dalam peraturan ini ditetapkan penggunaan bahasa asing (mandarin)
30% dari total siaran acara. Dan program siaran Radio Erabaru saat itu juga
ikut dirubah menyesuaikan dengan ketentuan ini;

05 Desember 2007: KPID
melalui harian Batam Pos mengumumkan hasil FRB - Forum Rapat Bersama KPI dengan
Depkominfo pada 5 Oktober 2007 bahwa 5 radio dinyatakan lolos untuk mendapatkan
IPP, sedangkan radio Erabaru tidak lolos;

07 Desember 2007:
Radio Erabaru meminta risalah hasil FRB ke KPID (juga ke KPI dan Kominfo) yang
menjelaskan tentang alasan penolakan pemberian IPP, namun sampai dengan saat
ini tidak mendapatkan jawaban resmi yang obyektif dan transparan. Padahal dalam
banyak aspek profil Radio Erabaru (managemen, teknis, sdm, financial, dll)
lebih unggul daripada 5 Radio yang dinyatakan lolos IPP (lihat foto Terlampir);

28 Maret 2008:
Balai Monitor Frekuensi Batam - Depkominfo memberi Surat Peringatan ke-1 kepada
Radio Erabaru menyuruh agar menghentikan siaran (Off Air) dikarenakan tidak
memiliki ijin;

22 April 2008:
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers Jakarta sebagai kuasa hukum Radio Erabaru
mengirimkan surat ke Kominfo, KPI, KPID, meminta risalah hasil FRB dan
kejelasan alasan penolakan IPP Radio Erabaru, namun sampai dengan saat ini
belum mendapat tanggapan;

25 Juli 2008: Balai
Monitor Frekuensi Batam - Depkominfo memberi Surat Peringatan ke-2 kepada Radio
Erabaru menyuruh agar menghentikan siaran (Off Air) dikarenakan tidak memiliki
ijin;

18 Agustus 2008:
Radio Erabaru mendapat surat dari Menteri Kominfo isinya menolak permohonan IPP
Radio Erabaru (namun tidak mencantumkan alasan penolakan).

16 Oktober 2008 : Komnas
HAM berkirim surat ke Menteri Kominfo tentang permintaan penjelasan terkait
masalah Radio Erabaru ;

21 Oktober 2008 :
Balai Monitoring Spektrum Frekuensi Batam – Depkominfo member Surat Peringatan
ke-3 (TERAKHIR) kepada Radio Erabaru untuk menghentikan siaran (Off Air) ;

23 Oktober 2008 :
Radio Erabaru mengkuasakan kepada LBH Pers untuk mengajukan gugatan ke PTUN ;

14 April 2009 : Gugatan
Radio Erabaru di PTUN dinyatakan kalah, dengan alas an penggunaan bahasa asing
yang melebihi 30% dan keterbatasan Frekwensi ;

24 April 2009 :
Radio Erabaru mengajukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara
;

03 Agustus 2009 :
Balai Monitoring Spektrum Frekwensi Klas II Batam mengirimkan surat penghentian
siaran kepada radio Erabaru atas dasar Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara
tanggal 14 April 2009 yang memutuskan menolak segala gugatan radio Erabaru;

20 Oktober 2009 :
Gugatan banding Radio Erabaru di PT-TUN (Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara)
dinyatakan kalah ;

11 Nopember 2009 :
Radio Erabaru mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung;

16 Desember 2009 :
Radio Erabaru mengirimkan surat terbuka kepada Presiden Republik Indonesia ;

15 Februari 2010 :
Balai Monitoring Spektrum Frekwensi Klas II Batam kembali mengirimkan surat
peringatan penghentian siaran kepada radio Erabaru;

22 Februari 2010 :
Direktur radio Erabaru bersama LBH Pers member tanggapan atas surat peringatan
penghentian siaran tertanggal 15 Februari 2010 dengan m,engunjungi Balmon Batam
dan Kabag Korwas PPNS Polda Kepri menyampaikan bahwa proses peradilan radio
Erabaru hingga saat ini masih belum ada putusan dari Mahkamah Agung oleh sebab
itu agar semua pihak taat pada aturan hukum, menghargai proses peradilan serta
tidak main hakim sendiri;

22 Februari 2010 :
Radio Erabaru mengadakan konferensi pers menanggapi surat peringatan
penghentian siaran dari Balmon bahwa tindakan tersebut memperkuat dugaan adanya
intervensi dari pemerintah komunis China ;

09 Maret 2010 :
Balai Monitoring Spektrum Frekwensi Batam mengirimkan surat peringatan
penghentian siaran susulan ;

10 Maret 2010 :
Radio Erabaru mengadu ke Komnas HAM Indonesia, meminta perlindungan atas
intervensi pemerintah komunis China terhadap radio Erabaru ;

10 Maret 2010 :
Radio Erabaru mengadakan konferensi pers di Komnas HAM, secara tegas Komnas HAM
Indonesia menyatakan bahwa ini adalah intervensi pemerintah China terhadap
Indonesia dan akan mengajukan protes terhadap Kedubes China.

24 Maret 2010 :
Radio Era Baru dibredel oleh Balai Monitoring dan Pihak Kepolisian Batam atas
desakan dari Pemerintah Republik China.

 

IMAN D. NUGROHO
[ Jakarta-Indonesia ]
email: id_nugroho@yahoo. com | idnugroho@gmail. com
Facebook:id_nugroho@yahoo. com
Twitter: @imandnugroho
mobilephones: +62-81-6544- 3718


Lebih Bersih, Lebih Baik, Lebih Cepat - Rasakan Yahoo! Mail baru yang Lebih Cepat hari ini!

Aturan Pemakzulan di Indonesia Bertentangan Dengan Prinsip-Prinsip Demokrasi:

(dikutip dari milis tetangga)

--- On Sat, 3/20/10, Chris Komari <futureindonesia@ yahoo.com> wrote:
Date: Saturday, March 20, 2010, 1:55 AM

Tulisan ini dibuat untuk meresponse tulisan saudara Hanta Yuda A.R., ANALIS POLITIK DAN PENELITI THE INDONESIAN INSTITUTE:
<><><><><><> <><><><>< ><><><><> <><><><>< ><><><><> <><><><>< ><><>


Bila aturan pemakzulan seorang President, Wakil President atau pejabat negara lainya harus selalu dikaitkan dengan keputusan MK (Mahkamah Konstitusi) untuk membuktikan seorang pejabat bersalah atau tidak; baik atas kebijakan yang diambil atau public misconducts, hal ini membuat Mahkamah Konstitusi sebagai "Soft Dictator" dalam satu pemerintahan democracy.

Hal ini sangat bertentangan dengan prinsip-prinsip Demokrasi itu sendiri di mana 3 lemabaga negara; Executive, Legislative dan Yudikative haruslah Co-Equal (sejajar), Separated (Terpisah), Independent (berdidi sendiri), Absolute (Mutlak), Dispersed (Tersebar) dan Decentralized (Terbagi-bagi) .

Dengan memberikan embel-embel atau tuntutan bahwasanya keputusan MK harus menjadi bagian dari Pemakzulan seorang President, Wakil President atau pejabat negra lainya membuat DPR dan MK unequal (tidak sejajar), bahkan dalam setting seperti ini membuat kekuasaan MK lebih tinggi dari kekuasaan DPR.

Padahal dalam pemerintahan Demokrasi, anggota DPR dipilih langsung oleh rakyat dan para justices (hakim) di MK adalah di tunjuk dan di konfirmasi oleh DPR.

Apakah setelah mereka diangkat menjadi Justices atau Hakim di MK justru memiliki kekuatan yang lebih tinggi dari DPR yang dipilih langsung oleh rakyat? That does not make sense, does it?

Apakah seorang pejabat negara yang ditunjuk (appointed) memiliki kekuasaan lebih tinggi dari mereka yang dipilih (elected) oleh rakyat? That really does not make sense and undemocratic.

Bagaimana seorang pejabat negara seperti justices (hakim di MK) yang diangkat (appointed) harus meiliki kekutan lebih tinggi dari yang mengangkat atau dipilih oleh rakyat (elected by the people). This is what so flaw dengan demokrasi dan article of impeachment di Indonesia yang perlu di tata dan diperbaiki.

Aturan pemakzulan yang harus dikaitkan oleh keputusan MK adalah melanggar prinsip-prinsip Demokracy itu sendiri, sebab DPR sebegai lembaga Legislative memiliki role yang unik, dimana DPR memiliki hak, tanggung jawab dan kewajiban untuk mengawasi jalan kerjanya orang-orang di Exesecutive yang disebut dengan "OVERSIGHT ROLE".

Hak, tugas, tanggung-jawab dan kewajiban DPR ini tidak boleh di kerdilkan (marginalized) , dikurangi (limited), dibatasi (ristricted) atau bahkan di batalkan (nullified) bukan hanya oleh seorang President, kepala Executive, tapi juga oleh MK (Judiciary).

Apakah dalam menjalankan tugas (OVERSIGHT ROLE) ini dan bila DPR menemukan bukti public misconduct seorang pejabat negara dan sebelum melakukan pemakzulan (impeachment Proceeding) harus mendapat izin dari MK atau MK harus membuktikan dulu keabsahan dari public misconduct tersebut? No, not really.

Karena public misconduct tidak bisa diukur dari kesalahan hukum (Criminal Law), tapi bisa diukur dari Constitutional Law,  dan Constitutional Law ini adalah hak DPR dan bukanya hak MK (Judiciary).

Pemakzulan President, Wakil President atau pejabat negara lain tidak hanya karena 3 hal seperti yang anda sebutkan:

1). Pertama, pengkhianatan terhadap negara (treason).
2). Kedua, korupsi atau penyuapan (bribery and high crimes)
3). Ketiga, pelanggaran- pelanggaran ringan tetapi dapat dikategorikan sebagai perbuatan tercela (misdemeanors) .

*Pelanggaran Misdemeanor adalah pelanggaran hukum lesser charges (lebih ringan), tapi masih dalam ranah hukum. 

Pemakzulan atau impeachment terhadap President atau pejabat negara lain tidak HANYA sebatas kesalahan hukum tapi juga "NON-CRIMINAL MISCONDUCTS" seperti (Violation of Constitution, Incompetency, Power Abuse, or Simply Wrong Doings/Public Misconducts) yang semuanya ini TIDAK HARUS dan tidak bisa dibuktikan secara HUKUM melalui MK atau Judicary.

Karena itulah dalam pemerintahan Democracy ada dua jalur impeachment:

1). Berdasarkan Criminal Law, yang harus diputuskan oleh MK (Judiciary) dan targetnya adalah indivual yang bisa masuk penjara.

2). Constitutional Law, yang ditetapkan dan diputuskan oleh DPR sendiri dan targetnya adalah jabatanaya atau "removal from office) secara paksa.

DPR cukup mengadakan hearing terbuka, memanggil saksi dan orang-orang yang terlibat untuk cari data dan fakta. Bila wrong doing itu terbukti, hal ini cukup bagi DPR untuk melanjutkan ke Pemakzulan (impeachment Proceeding) terhadap seorang President, wakil President dan pejabat negara lain.

Jadi aturan pemekzulan di Indonesia yang harus dikaitkan dengan keputusan MK bukan hanya salah, tidak masuk akal tapi juga bertentangan dengan prinsip-prinsip pemerintahan Demokrasi itu sendiri.

Karena pemakzulan terhadap President, Wakil President dan pejabat negara lainya bukan hanya terbatas atau dibatasi oleh KESALAHAN HUKUM tapi juga bisa disebabkan oleh Non-Criminal Misconducts.

Dasar pemikiran hukum yang tidak masuk akal dan tidak demokratis:

Kalau pemakzulan itu harus dikaitkan dengan keputusan MK, bagaimana dengan kasus-kasus yang Non-Criminal Related? Bukankah pemakzulan terhadap President Wahid (Gud Dur) tidak dilakukan dengan persetujuan atau keputusan MK untuk membuktikan President bersalah atau tidak? Meski sudah ada amendment, tapi itu fakta sejarah di Indonesia yang tidak bisa dilepaskan dari sejarah impeachment di Indonesia. 

Karena itu dalam kasus Bank Century, rekomendasi DPR yang telah diputuskan oleh PANSUS dan mayoritas anggota DPR, maka rekomendasi itu adalah keputusan DPR dan secara KONSTITUTIONAL, President SBY diharuskan melakukan rekomendasi itu.

Sekarang bagaimana bila President SBY menolak rekomendasi itu?

President SBY harus sadar bahwasanya hal itu akan membawa dampak politik yang berkepanjangan dan bisa mengarah ke krisis konstitutional. Sebab the political and konstitutional ramifications dari penolakan rekomendasi DPR itu sangat besar dampaknya.

1). Penolakan itu membuat DPR mejadi lemah dan bahkan fungsi Oversight Role DPR terhadap Executive tidak ada artinya, alias becomes meaningless.

2). Kalau President saat bisa dengan seenaknya menentang keputusan DPR bahkan seolah-olah menantang keputusan DPR, hal ini akan sangat berbahaya bagi kelangsugan kerja DPR dimasa depan bahkan mengancam tugas, tanggung-jawab dan kewajiban DPR terhadap Executive.

President dimasa depan akan menjadikan tindakan President SBY ini sebagai fondasi untuk menolak rekomendasi DPR bila President menganggap secara politis merugikan dia sebagai President atau badan Executive secara luas. This is a recipe for political disaster.

3). Lebih dari itu, DPR sebagai badan legislative bisa melakukan counter attack untuk menghukum Presiden SBY dengan melakukan high manuever politic yang bisa menyulitkan jalan pemerintahn Presiden SBY. 

Penolakan Presiden SBY terhadap rekomendasi DPR untuk me-nonaktif- kan Boediono dan Sri Mulyani bisa memicu pada potentis krisis konstitutional:

Saya tidak ingin melihat adanya showdown kekuatan antara Executive dan Legislative, antara President dan DPR. Tapi tampaknya President SBY tidak memahami the political and constitutional ramifications dari sikap menentang dan menantang hasil rekomendasi DPR.

DPR memiliki tugas konstitutional untuk mengawasi kerja Executive yang disebut "Oversight Role".

Tugas dan tanggung jawab ini tidak bisa di bargained, dikompromi, ditantang, ditentang dan dihilangkan oleh seorang President, the head of the Executive Branch. Kalau hal itu terjadi, that is the beginning of Constitutional crisis and the end of Democracy in Indonesia. A showdown kekuatan tidak bisa dihindari!

Dalam keadaan aman, DPR memiliki upper hand dibanding President, apalagi President Indonesia tidak atau belum memiliki HAK VETO.

Dalam setting saat ini, President Indonesia bisa dibilang a lame duck President at all times karena memiliki kekuasaan yang lebih rendah di banding DPR. DPR bisa melakukan apa saja dan President Indonesia tidak memiliki kekuatan untuk MENOLAKNYA (atau mem-VETO keputusan itu).

Sebagai contoh:

DPR bisa menolak komposisi APBN 2010 yang diajukan pemerintah dan DPR bisa meminta pemerintah untuk merevisi semua alokasi APBN 2010 yang selama ini komposisinya adalah 70% untuk Pemerintah Pusat dan 30% untuk Pemerintah Daerah menjadi sebaliknya, yakni 30% untuk Pemerintah Pusat dan 70% untuk Pemerintah Daerah.

Bila tuntutan itu benar-benar diajukan DPR sebagai hukuman terhadap President SBY yang menolak rekomendasi DPR, terus mau apa President SBY?

Bila tuntutan itu tidak dilakukan, DPR memiliki alasan yang kuat untuk tidak meloloskan APBN 2010 sampai batas waktu yang menguntungkan DPR dengan dalih membela kepentingan dan nasib jutaan rakyat miskin yang hidup dipedesaan.

Dengan tidak meloloskan APBN 2010 sebagaimana yang diajukan pemerintahan SBY; sampai President SBY mau membuat perubahan alokasi dana APBN 2010, maka runyamlah program kerja President SBY.

President SBY bisa bikin public speech yang menghujat DPR untuk menarik simpati rakyat, tapi DPR bahkan memiliki amunisi yang lebih dasyat untuk memberikan fakta kepada rakyat.

Walhasil, mau tidak mau President SBY harus berkompromi dengan DPR, menuruti kemauan DPR, bila President SBY mau melihat program kerjanya berjalan.

Itu baru satu manuever politik yang bisa dilakukan DPR untuk menghukum President yang menolak kehendak DPR.

Ada ratusan political maneuvers yang bisa dilakukan DPR untuk membuat President dan jajaran Executive tunduk pada kemauan DPR, yang bisa bikin pusing President SBY dan orang-orang di Executive. Kerena itu, it does not do any good for President SBY to challenge the will of DPR, apalagi menolak rekomendasi DPR.

Kalau President SBY tetap keras kepala melawan kehendak DPR, this is the beginning of the end of his Presidency, karena DPR sebagai institusi legislative bisa menolak memberikan dana dari semua kerja program pemerintah yang dianggap tidak sesuasi dengan kepentingan rakyat dan kepentingan rakyat adalah topik yang sangat broad, objektive dan debatable!

DPR memiliki banyak senjata dan amunisi yang bisa bikin pusing President SBY bila mereka mau. Berapa lama perang Prsident SBY melawan DPR, tergantung berapa lama President SBY akan tetap keras kepala melawan kehendak DPR.

Karena itu, meski aturan pemakzulan di Indonesia masih meguntungkan posisi President SBY dan Wakil President Boediono saat ini for a short term, menolak rekomendasi DPR akan sangat fatal dalam jangka panjang dan bisa membawa pada potensi krisis konstitusional di masa depan di Indonesia.

Chris Komari
Chairman
Partai masa Depan Indonesia Mandiri (PARMADIM)
www.futureindonesia .com

--- On Fri, 3/19/10, Koran Digital <korandigital@ gmail.com> wrote:

From: Koran Digital <korandigital@ gmail.com>
Subject: [Koran-Digital] Hanta Yuda: Memakzulkan Wakil Presiden, Mungkinkah?
To: koran-digital@ googlegroups. com
Date: Friday, March 19, 2010, 2:09 AM

Hanta Yuda A.R., ANALIS POLITIK DAN PENELITI THE INDONESIAN INSTITUTEPopularita s kata "pemakzulan" kembali meroket setelah kemenangan opsi C--adanya unsur penyimpangan dan pelanggaran dalam proses kebijakan penggelontoran dana talangan (bailout) terhadap Bank Century--dalam voting rapat paripurna DPR tentang kesimpulan laporan Panitia Angket Century. Konsekuensi keputusan itu, Wakil Presiden Boediono--dalam kapasitas sebagai Gubernur BI--dianggap oleh parlemen sebagai salah satu pihak yang bertanggung jawab atas pelanggaran proses kebijakan tersebut. Pertanyaannya: sejauh mana peluang memakzulkan Wakil Presiden Boediono berdasarkan mekanisme konstitusi dan dinamika konstelasi politik yang berkembang?
Mekanisme konstitusional Para ilmuwan politik mancanegara terpecah dalam dua perspektif dalam melihat pemakzulan (impeachment) atau pencabutan mandat sebelum masa jabatan berakhir.
Ilmuwan politik penganut demokrasi liberal, misalnya, lebih percaya bahwa pencabutan mandat hanya dapat dilakukan melalui pemilu berikutnya. Karena itu, pencabutan mandat di tengah masa jabatan tidak bisa dilakukan, dan satu-satunya mekanisme untuk menghukum pejabat politik yang berkhianat hanya menunggu pemilu.
Di sisi lain, ada pandangan bahwa pemilu hanyalah salah satu mekanisme pemberian mandat bagi para pejabat politik.
Warga negara melalui lembaga perwakilan (parlemen) diberi akses untuk mengontrol dan mengevaluasi kekuasaan. Karena itu, pencabutan mandat atau pemakzulan sebelum berakhirnya masa jabatan dimungkinkan, baik dalam sistem parlementer maupun sistem presidensial. Hanya, persyaratan dalam sistem presidensial lebih berat dibanding dalam sistem parlementer.
Pemakzulan dalam sistem presidensial hanya bisa dilakukan karena alasan pelanggaran hukum dan lebih spesifik lagi dibatasi pada kasus-kasus tindak pidana tertentu. Kategori tindak pidana ini, menurut konstitusi beberapa negara yang menganut sistem presidensial, dibatasi tiga hal.
Pertama, pengkhianatan terhadap negara (treason). Kedua, korupsi atau penyuapan (bribery and high crimes). Ketiga, pelanggaran- pelanggaran ringan tetapi dapat dikategorikan sebagai perbuatan tercela (misdemeanors) . Ketiga hal ini sejalan dengan konstruksi sistem presidensial dalam UUD 1945 Pasal 7-A.
Karena itu, kendatipun rapat paripurna DPR memutuskan opsi C, tahapan proses pemakzulan masih sangat jauh. DPR perlu menginisiasi hak menyatakan pendapat terlebih dulu, dan melakukan paripurna untuk menentukan hak menyatakan pendapat bahwa Wakil Presiden Boediono telah melakukan pelanggaran. Seandainya hak menyatakan pendapat diterima paripurna DPR, masih diperlukan paripurna lagi untuk menentukan apakah hal itu perlu dibawa ke proses pemakzulan. Pada tahapan ini, berdasarkan Pasal 7-B UUD 1945, usul pemberhentian presiden dan/atau wakil presiden dapat diajukan oleh DPR kepada MPR dengan terlebih dulu mengajukan permintaan kepada MK untuk memeriksa, mengadili, dan memutuskan pendapat DPR bahwa wakil presiden telah melakukan pelanggaran.
Pengajuan permintaan DPR kepada MK dapat dilakukan dengan syarat harus didukung paling sedikit dua pertiga anggota DPR yang hadir dalam paripurna DPR yang dihadiri oleh minimal dua pertiga anggota DPR. Itu artinya, diperlukan dukungan 373 suara dari 560 kursi DPR untuk membawanya ke MK. Seandainya Partai Demokrat, PAN, dan PKB tetap solid-seperti voting antara opsi A dan opsi C-maka persyaratan itu hampir mustahil dapat tercapai. Jika kita berandai-andai, misalnya persyaratan 373 suara DPR itu dapat dicapai, tahapan selanjutnya MK akan menilai apakah Wakil Presiden terbukti melakukan pelanggaran atau tidak, serta mengeluarkan putusan paling lama 90 hari setelah permintaan DPR kepada MK.
Apabila MK berpendapat Wakil Presiden tidak bersalah, proses pemakzulan terhenti. Sebaliknya, jika MK menyatakan dia bersalah, selanjutnya DPR akan mengadakan rapat paripurna untuk meneruskan usul pemberhentian Wakil Presiden kepada MPR. Pengambilan keputusan oleh MPR harus dihadiri minimal tiga perempat anggota MPR dan disetujui minimal dua pertiga jumlah anggota yang hadir. Jika melihat persyaratan proses pemakzulan dalam konstitusi UUD 1945, pemakzulan Wakil Presiden masih sangat jauh prosesnya dan peluangnya pun sangat kecil. Selain itu, proses politik konstitusional ini sangat ditentukan oleh dinamika konstelasi politik serta kepentingan dan target politik partai-partai di DPR.
Konstelasi politik Paling tidak, ada empat kemungkinan skenario partai-partai di DPR. Pertama, proses di DPR akan berlanjut pada pemakzulan Wakil Presiden Boediono. Setelah itu, merembet kepada Presiden Yudhoyono, dan berakhir dengan pemakzulan Presiden dan Wakil Presiden. Skenario ini ada kemungkinan paling diminati partaipartai di luar pemerintahan, seperti PDIP, Gerindra, dan Hanura. Namun skenario ini tampaknya akan sangat sulit dilakukan dan hampir tidak mungkin terjadi. Partai Demokrat dan partai-partai mitra koalisi tampaknya masih bersepakat untuk mempertahankan Yudhoyono hingga akhir masa jabatannya. Partai Golkar bahkan jauh-jauh hari telah memastikan posisi Presiden akan aman hingga 2014.
Kedua, pemakzulan Wakil Presiden Boediono. Skenario ini boleh jadi diminati partai-partai mitra koalisi yang memiliki suara cukup signifikan, seperti Golkar, PKS, dan PAN. Ketiga partai mitra koalisi pemerintah ini berkepentingan untuk melancarkan skenario ini dengan target mengambil posisi wakil presiden. Selain oleh Golkar, PKS, dan PAN, posisi wakil presiden tentu juga diminati oleh PDIP. Namun, tampaknya PDIP agak kesulitan karena harus berhadapan dengan sikap Megawati yang sejak awal menolak bergabung dengan pemerintah.
Ketiga, tidak ada pemakzulan Presiden/Wakil Presiden, melainkan hanya reshuffle kabinet, terutama dengan posisi Menteri Keuangan Sri Mulyani sebagai target utama. Skenario ini tampaknya dipersiapkan jika skenario pemakzulan gagal. Skenario ini tetap diminati partai-partai, meskipun hanya menjadi alternatif.
Keempat, tidak ada pemakzulan maupun reshuffle kabinet. Skenario ini tetap diminati partai-partai, meskipun hanya menjadi alternatif terakhir. Setidaknya untuk meningkatkan posisi tawar di hadapan Presiden atau akan dibarter dengan kasus lain.
Jika dinamika politik mengarah ke skenario ketiga atau keempat, hampir bisa dipastikan tidak akan ada pemakzulan. Kalaupun dinamika yang berkembang menguat pada skenario kedua--dilanjutkan pada proses pemakzulan wakil presiden-tetap ada potensi terjadi kompromi dan negosiasi politik atau barter politik. Karena itu, pemakzulan wakil presiden hampir pasti tidak akan terjadi. Tetapi, mengingat adanya adagium politik "tidak ada yang tak mungkin dalam politik", saya cukup berpendapat bahwa memakzulkan Wakil Presiden--karena kasus Century--melalui proses konstitusional di parlemen "hampir"tidak mungkin terjadi.

http://epaper. korantempo. com/KT/KT/ 2010/03/19/ ArticleHtmls/ 19_03_2010_ 011_001.shtml? Mode=1


Yahoo! Mail Kini Lebih Cepat dan Lebih Bersih. Rasakan bedanya sekarang!

Senin, Maret 22, 2010

Mogok Wartawan The Times dan Koran Jakarta

Wartawan di Indonesia, kebanyakan dan hampir selalu menerima apa pun keputusan para bos mereka, kendati itu menyangkut nasib dan kesejahteraan mereka. Itu berbeda dengan yang dilakukan para wartawan di Inggris dan di Italia.

oleh Rusdi Mathari
KETIKA pemogokan umum itu melanda London yang murung, tak seorang pun karyawan surat kabar The Times yang ikut di dalamnya. Tak pula para wartawannya. Pemimpin surat kabar itu, dengan bangga mengatakan, semua karyawan The Times setia kepada pekerjaannya, kepada profesinya dan karena itu, mereka semua tidak ikut-ikutan dengan aksi pemogokan umum.

Hari itu di pengujung 1926, di kota-kota di Inggris, para pekerja yang marah tengah menuntut pemerintah agar tidak menutup pertambangan batubara. Aksi mereka berakhir ketika pemerintah kemudian setuju untuk meningkatkan upah mereka dan menempatkan perwakilan yang memiliki kedudukan sama kuat di manajemen pabrik.

Hingga 53 tahun kemudian, ketika hampir semua orang melupakan absennya para wartawan The Times dalam aksi mogok di tahun 1926, kejadian sebaliknya dan lebih telak justru menimpa surat kabar ternama itu: The Times berhenti terbit, setelah seluruh karyawan termasuk para wartawannya melakukan aksi mogok. Berbeda dengan pemogokan umum 1926 yang hanya berlangsung beberapa hari, pemogokan para karyawan dan wartawan The Times malah berlangsung selama hampir setahun.

Tahun itu, 1978, manajemen The Times memutuskan untuk menggunakan komputer, dan rencana itu yang ditolak karyawan. Karyawan-karyawan di bagian produksi terutama, yang pekerjaan mereka antara lain menyusun huruf-huruf sebelum koran itu naik cetak, menganggap komputer akan menggantikan profesi mereka. Tapi beberapa pengamat menyalahkan The Times, karena surat kabar itu gagal meyakikankan karyawan soal modernisasi dan sebaliknya telanjur memupuk keangkuhan profesi para karyawannya.

Banyak yang dirugikan dengan pemogokan itu, tentu saja. Namun para pembaca The Times bisa diyakinkan bahkan wartawan pun berhak menyuarakan kepentingannya setelah selalu menyuarakan kepentingan dari orang-orang tak berdaya. Tidakkah para pembaca itu juga tak bisa melakukan hal yang sama, melaporkan, menulis dan memberitakan seperti yang dilakukan para wartawan itu ketika mereka melihat ketidakadilan di sekitar mereka?

Pemogokan sebelas bulan yang dilakukan wartawan The Times, karena itu dimaklumi oleh mereka. Para wartawan dari media lain termasuk dari pesaing The Times, juga tidak mencoba menarik keuntungan dengan misalnya melamar dan menawarkan diri menggantikan posisi para wartawan yang mogok, agar koran itu bisa terbit kembali. Sebagian malah memberikan dukungan moral, yang lain mencarikan jalan keluar dan sebagainya, hingga The Times terbit kembali dan tuntutan para wartawannya dipenuhi.

Bertahun-tahun kemudian, setelah manajemen The Times menyadari kesalahannya dan lalu memperbaikinya, surat kabar itu menjadi salah satu koran terbaik di Inggris, bahkan hingga kini. Pemogokan di tahun 1978 itu efektif mengubah pola pikir manajemen The Times untuk memperlakukan wartawan dan karyawannya sebagai aset dan bukan sebagai sekrup kecil dari sebuah industri, yang hanya harus tunduk kepada keinginan para pemodal dan bos mereka.

Anak Manis
Lalu bagaimana dengan wartawan di Indonesia? Hampir tidak pernah ada kejadian seperti yang menimpa The Times, yang tidak terbit hampir setahun karena para wartawannya mogok meliput, menulis dan memberitakan. Wartawan di Indonesia, adalah wartawan-wartawan yang dikenal sebagai anak manis, yang kebanyakan dan hampir selalu menerima apa pun keputusan para bos mereka, kendati itu menyangkut nasib dan kesejahteraan mereka.

Sebagian karena berlindung di balik alasan profesional. Demi kesetiaan kepada profesi, untuk kepentingan pembaca dan sebagainya. Sebagian lagi beralasan mogok atau bokiot hanya perbuatan para buruh pabrik yang kumuh, dan bukan pekerjaan wartawan yang intelek meski diam-diam di antara mereka, berebut makan setiap kali ada undangan liputan. Ada yang menilai, mogok sebagai perbuatan kaum kiri yang genit dan wartawan bukan bagian dari kaum itu.

Wartawan lainnya mengaku tidak bisa atau menolak melakukan aksi mogok atau boikot karena kolega mereka yang bekerja di media yang sama, tidak melakukannya. Tidak ada solidaritas, katanya, seolah hanya itu syarat sebuah pemboikotan. Singkat kata, mogok dianggap tidak efektif memperjuangkan hak mereka, karena media mereka tetap akan terbit, terus tayang dan sebagainya, karena masih banyak rekan mereka yang bersedia menggantikan pekerjaan mereka, meski dengan menggerutu.

Kalau sebagian kenyataannya adalah seperti itu, lantas siapa yang akan membela para wartawan (Indonesia) ketika mereka diperlakukan tidak adil, dan pada akhirnya diberhentikan dari media tempatnya bekerja? Sumber berita, para politisi, aktivis pejuang demokrasi atau LSM-LSM itu? Tidak. Kecuali hanya menyatakan keprihatinan dan simpati, pengalaman menunjukkan, mereka semua juga selalu membisu. Hanya itu. Tidak lebih.

Orang mungkin tidak akan percaya, kejadian-kejadian menyedihkan semacam itu, benar menimpa para wartawan di Indonesia. Namun faktanya, Aliansi Jurnalis Independen atau AJI adalah satu-satunya organisasi profesi wartawan di Indonesia yang mungkin paling banyak menerima pengaduan soal perlakuan semena-mena para pemilik modal dan keangkuhan bos media kepada para wartawannya. Mereka yang tidak mengadukan, saya percaya, jumlahnya lebih banyak lagi dengan alasan bermacam-macam.

Ada yang merasa tidak berdaya melakukan apa-apa bahkan jika itu hanya untuk menuntut pesangon. Itu terutama menimpa para wartawan dari media-media kecil, baik dari segi modal maupun pengaruh dan jangkauan edar. Menuntut bagi mereka hanya buang-buang waktu dan melelahkan.

Sebagian yang lain, merasa malu meramaikan kasus mereka dengan medianya, karena menganggap diri sebagai kumpulan orang-orang pintar, berpendidikan, dan profesional. Mereka berpikir, apa kata dunia, kalau akhirnya tahu, kumpulan-kumpulan orang hebat itu ternyata tak berdaya menghadapi keangkuhan pemilik dan pengelola media di tempatnya bekerja. Atau bisa karena alasan lainnya. Dan atas nama semua alasan itu, mereka karena itu lebih memilih untuk tidak bersuara, sembari diam-diam mencari peluang bekerja di media lain, meloncat ke sana ke mari, setelah itu kembali dengan lantang menuliskan berita soal pemecatan yang menimpa para pekerja sebuah bank, PHK masal buruh pabrik, korupsi uang negara, atau hak-hak orang lain yang dikebiri.

Tentu, itu semua soal pilihan jika tidak mungkin disebut sebagai sebuah ironi. Wartawan yang pekerjaannya telanjur dianggap sebagai pembuka kebenaran, pembela ketidakadilan, penyuara kebebasan berpendapat, membela hak-hak kaum tertindas, ternyata hanya diam tidak melakukan apa pun, jika itu menyangkut nasib mereka. Lihat atau dengarlah kemudian, para wartawan itu dengan gagah bisa melakukan aksi boikot atau mogok untuk tidak meliput sebuah sumber, karena persoalan sepele. Misalnya karena teman mereka dianiya oleh sumber dan sebagainya. Mereka pula, bisa dengan berbagai alasan menghentikan tidak mengirimkan berita ke meja redaksi dengan alasan solidaritas, karena nasib buruk yang menimpa rekan mereka di lapangan dan sebagainya.

Permintaan Maaf
Sekali lagi, semua itu memang soal pilihan. Namun kejadian yang pernah dilakukan para wartawan The Times dan yang terbaru yang dilakukan para wartawan di Italia, mungkin bisa dijadikan bahan renungan para wartawan di sini.

Di sebuah Rabu, 20 Desember 2006, hampir seluruh wartawan media cetak, radio, televisi dan kantor berita di Italia melakukan aksi mogok tidak meliput dan memberitakan. Peristiwa yang terjadi lima hari menjelang Natal yang dingin itu, merupakan buntut dari perselisihan mereka dengan para bos mereka dan redaktur menyangkut gaji dan kondisi kerja.

Kisahnya bermula dari masa kontrak kerja kolektif wartawan yang berakhir pada Desember 2004 dan tak diperbarui. Wartawan itu sangat marah dengan pemanfaatan secara luas pekerja, sementara dengan gaji rendah melalui kontrak jangka pendek yang dikatakan serikat pekerja mereka menghasilkan jurnalisme di bawah standar "yang tak berguna bagi demokrasi."

Menurut para bos media dan redaktur mereka, para wartawan itu menentang keluwesan pasar tenaga kerja yang diperlukan dan berusaha berpegang pada hak istimewa yang sudah usang. Namun alasan itu belakangan terbukti mentah dan terlalu dicari-cari. Akibat dari pemogokan para wartawan itu, Perdana Menteri Romano Prodi terpaksa membatalkan taklimat akhir tahunnya.

Tanpa bermaksud meniru aksi pemogokan yang pernah dilakukan para wartawan di Italia dan juga The Times itu, kami dari tim Koran Jakarta edisi Minggu, sejak Sabtu (20 Maret) melakukan aksi mogok. Sebagai penanggungjawab edisi Minggu, saya meminta maaf kepada para pembaca, yang pada hari Minggu (21 Maret) mendapati Koran Jakarta berbeda dengan edisi-edisi Minggu sebelumnya. Kami tidak menggarapnya.

Kami dengan menyesal melakukan itu, karena kami menganggap hanya itu yang bisa kami lakukan untuk menarik perhatian banyak pihak tentang nasib kami. Tentang kesewenang-wenangan manajemen yang memecat sejumlah rekan kami tanpa alasan yang jelas, dan juga untuk memperjuangkan kesejahteraan kami termasuk masalah kontrak kerja seperti yang menimpa para wartawan di Italia itu, yang perinciannya terlalu banyak untuk diungkapkan di sini.

Kami berjanji akan menemui pembaca kembali pada Minggu 28 Maret mendatang, dengan catatan manajemen atau mungkin juga pemilik modal dari koran yang belum lagi genap berusia dua tahun itu, tidak melakukan aksi sepihak kepada kami. Sekali lagi kami memohon maaf.


Mulai chatting dengan teman di Yahoo! Pingbox baru sekarang!!
Membuat tempat chat pribadi di blog Anda sekarang sangatlah mudah

Sabtu, Maret 13, 2010

Sebuah Komparasi !

Menelaah Berita Kompas dan Republika tentang Dulmatin
Friday, 12 March 2010 14:19 

Koran Kompas terlihat  pro dengan tindakan Polri/Densus 88 dalam menangani kasus Dulmatin

Oleh: Nuim Hidayat*

Kematian Dulmatin (9/3) menjadikan media massa berlomba-lomba menyiarkan berita tentang 'teroris'. TVOne dan MetroTV bersaing
menyajikan liputan langsung beberapa hari dari Pamulang. Bahkan TVOne
telah mendahuluinya dengan siaran langsung operasi polisi di pegunungan
Aceh, sebelum terjadinya 'operasi pembunuhan' Densus 88 di Gg Asem dan
Gg Madrasah di Pamulang.

Kedua TV ini juga menghadirkan pengamat-pengamat teroris, jaringan Noordin atau jaringan al Qaida. Ada siaran langsung dari TVOne
pada 10 Maret yang 'cukup nakal' ketika seorang reporternya (perempuan)
menyiarkan langsung dari tempat kejadian dengan mewawancarai seorang
laki-laki tua di Pamulang, tempat kejadian. Saksi yang melihat kejadian
penembakan itu menyatakan melihat langsung bagaimana seorang polisi
membekuk korban yang akhirnya terjatuh, kemudian didor tiga kali disitu. Ia mengucapkan kesaksian itu, sambil mempraktikkan penembakannya dengan memegang reporter itu!

Beberapa
pengamat menyesalkan operasi tembak langsung di tempat yang dilakukan
Densus 88. Karena belum jelas di pengadilan kesalahan-kesalahan mereka.
Entah mendapat tekanan siapa, Densus 88 akhir-akhir ini menjadi garang
dan cenderung menafikan pengadilan untuk menghukum para 'teroris'.
Beberapa pengamat lainnya membuat stigmatisasi dengan mengaitkan
Dulmatin dan kawan-kawannya dengan pengalaman mereka di Afghanistan,
Moro, dan Ambon. Seolah-olah adalah perbuatan kriminal yang tak
terampunkan bagi mereka yang merelakan dirinya berjihad di ketiga
tempat itu. Apa yang dikatakan pengamat, memang tergantung pada
ideologi dan keilmuan yang dimiliki mereka.

Menarik apabila kita membandingkan sekilas (untuk detilnya Anda bisa baca sendiri) apa yang diberitakan Kompas dan Republika
hari ini (10/3/2010) tentang peristiwa yang menyangkut Dulmatin ini.
Dari sini, kita akan melihat bagaimana ideologi sebuah media berjalan
dalam meliput atau menyikapi sebuah peristiwa. Seperti kita ketahui,
berita adalah laporan suatu peristiwa. Dan lebih jelas lagi, sikap
sebuah media semakin terang dengan melihat tajuknya.

Tentang
Dulmatin atau teror ini, Kompas di halaman depan membuat tiga artikel
di halaman satu (halaman paling bergengsi). Artikel pertama berjudul "Aliansi Susun Taktik Baru (judul besar), Dulmatin Persiapkan Semua Proyek Pelatihan (judul kecil)".  Artikel kedua berjudul "Ada Harapan Hubungan RI dengan Australia Cerah", dan artikel ketiga bertitel "Teroris Memanfaatkan Kelompok di Aceh".

Di artikel-artikelnya Kompas terlihat  pro dengan tindakan Polri/Densus 88 dalam menangani kasus Dulmatin.  Kompas
mengutip panjang lebar keterangan dari Kapolri Jenderal Bambang
Hendarso Danuri dan Kepala Desk Antiteror Kementerian Koordinator
Politik, Hukum dan Keamanan Ansyaad Mbai. Dengan Ansyaad Mbai Kompas
juga menurunkan artikel wawancara khusus.

Ada satu hal yang menarik ketika Kompas mau mengutip ucapan yang 'sedikit berseberangan' dengan keterangan Polri. Meski hanya satu alinea.

Kompas menulis:
"Direktur Eksekutif Yayasan Prasasti Perdamaian Noor Huda Ismail,
justru menilai, operasi pemberantasan terorisme saat ini masih jauh
dari komprehensif.  Pemerintah hanya menerapkan cara legal formal
melalui operasi kepolisian.  Fenomena kembalinya aksi mantan napi
teroris adalah cermin kegagalan upaya deradikalisasi."

Selain menurunkan artikel berita, Kompas juga
menurunkan dua artikel opini tentang Dulmatin. Artikel pertama berjudul
"Aceh Bukan Rumah Teroris" (Hamid Awaluddin) dan artikel kedua berjudul
"Ancaman Terorisme Baru" (Arianto Sangaji).

Dalamn tajuknya,  Kompas hari ini menurunkan judul 'Setelah Tewasnya Dulmatin'. Kita cuplikkan :

"Kepastian
tewasnya Dulmatin, satu dari tersangka teroris di Pamulang, setelah
Noordin M Top dan Azahari, melengkapi keberhasilan polisi. Polisi perlu
kita apresiasi. Mengutip Kepala Polri, masih ada satu target.  Namanya
dirahasiakan, tetapi diduga Umar Patek –ahli perakit bom berdaya ledak
tinggi. Dulmatin dan Umar Patek masuk dalam daftar pencarian orang.
Upaya Polri, bahkan sampai tiga personel Densus 88 tewas dalam
penyergapan di Aceh, tidaklah sia-sia.  Perlu disyukuri.  Keberhasilan
ini bukanlah titik akhir. Terorisme masih hidup, tidak hanya di
Indonesia, juga di berbagai belahan dunia lain. Sebagai gerakan,
terorisme bermakna strategis dalam bentuk peledakan bom dan simbolis
dalam bentuk penanda keberadaan.  Terorisme merupakan bentuk nihilisme
dengan ciri matinya kebebasan, dominasi kekerasan dan pemikiran yang
diperbudak…."

Di alinera terakhir tajuk Kompas tertulis :

"Apa
tindak lanjut konkret? Upaya kuratif perlu dibarengi sikap terus ngeh
yang diwujudkan memoderasi pemahaman keagamaan secara progresif dan
proaktif! Membangun sikap keberagamaan sebagai sesama peziarah, terbuka
dan bersemangat plural, jati diri Indonesia."

Koran Republika

Republika di halaman depan juga membuat tiga artikel. Artikel pertama berjudul "DNA Dulmatin Cocok (judul besar), The 10 Million Dollar Man (judul kecil)."  Artikel kedua berjudul "Presiden SBY: Hilangkan Saling Curiga." dan artikel ketiga berjudul "Yang Pulang untuk Berpulang." Republika tidak menurunkan artikel opini tentang Dulmatin.

Berlainan dengan arah Kompas, Republika
cenderung kritis dengan tindakan Polri/Densus 88 dalam menangani kasus
Dulmatin. Republika menyindir pengumuman terbunuhnya Dulmatin pertama
kali ke publik dilakukan Presiden SBY di depan Parlemen Australia. Republika menulis lead beritanya: "Ratusan orang di gedung parlemen Australia menyambut pengumuman itu dengan tepuk tangan" dan memberikan judul gambar Presiden SBY sedang berpidato dengan tulisan: "Makin Mesra".

Empati Republika kepada Dulmatin (meski Republika tidak
setuju dengan aksi teror), makin terlihat di artikelnya yang ditulis
oleh wartawannya Darmawan Sepriyosa: "Yang Pulang untuk Berpulang." Di
artikel itu Darmawan menceritakan riwayat hidup Dulmatin, kehebatannya,
dan kebohongan pemerintah Filipina yang berulang-ulang mengumumkan
kematian Dulmatin.

Di akhir tulisannya, Darmawan menulis: "Sudah
lama wanita itu mengaku menyerahkan nasib sang anak kepada Tuhan. Ia
bahkan berujar, jika Dulmatin meninggal, tak usah repot membawa
jenazahnya pulang ke rumah. "Mati dimana saja tidak masalah karena
semua di tangan Allah," kata dia, wanita tegar itu. "Bila ajal tiba,
tak soal tempat berkubur…"

Di tajuknya yang berjudul Sampai Kapan Terorisme? Republika mengritik sikap pemerintah dalam menangani terorisme. Republika menulis:

"Cara
Indonesia membasmi terorisme benar-benar mengikuti cara Amerika
Serikat. Awalnya penegakan hukum, yaitu tangkap, interogasi dan adili.
Kini hanya ada satu cara: tembak di tempat…"

"Selama ini
pemerintah menyebut bahwa jaringan terorisme berakar pada pejuang
Indonesia di Afghanistan serta mujahidin Muslim di Ambon dan Poso.
Mereka awalnya adalah orang-orang yang memiliki semangat membela sesama
umat Islam yang dibiarkan dunia internasional terus dijajah Uni
Soviet.  Mereka juga awalnya orang-orang yang bersemangat membela umat
Islam di Poso dan Ambon yang dibiarkan oleh polisi dan tentara dibantai
pihak lain.  Namun setelah wilayah konflik tersebut damai, mereka tak
mampu beradaptasi dengan situasi normal. Sebagai masyarakat sipil,
tentu mereka tak memiliki sistem dan prosedur adaptasi. Hal itu berbeda
dengan pasukan militer. Selesai bertugas di medan perang, mereka harus
mengikuti terapi dan proses adaptasi terlebih dulu sebelum kembali ke
keluarganya…"

Selamat membaca!

Penulis adalah Dosen Ilmu Jurnalistik, STID M Natsir


Coba Yahoo! Mail baru yang LEBIH CEPAT. Rasakan bedanya sekarang!

Puisi untuk Budiman S Hartoyo

Jenasah Almarhum Budiman S Hartoyo, wartawan dan penyair yang
meningghalkan kita kemarin (Kamis) akan dikebumikan hari ini (Jumat)
da da shalat Jumat di bekasih sempat menorehkan abnyak puisi salah
satunya saya upload di bawah ini:

SETELAH BERJUTA ABAD KUCARI

Sepi dan diam/tiada bisik angin/tiada gemersik dedaunan/Sepotong awan
kelabu/mengambang di langit semburat biru/Waktu berhenti/alam
membisu/semesta mati

Setelah berjuta abad kucari/Engkau justru mencariku/turun ke langit
bumi dalam rindu/Setiap akhir malam menungguku/mengajak dan
memanggil-manggilku

Ketika kita saling berhadapan/hanya aku dan Engkau/saling merajuk,
saling membelai/Bak dua kekasih menahan kesumat/dalam rindu dan cinta
berat/dalam sujud tanpa rasa penat

Kutundukkan wajah nan pongah/kucampakkan kepala tanpa sajadah/ke kulit
bumi, ke kulit tanah/Telanjang tanpa malu dalam sekejap/darah pun
berhenti merayap/Seketika kucoba melepas jatidiri/aku hanyalah kutu
tahi sapi/aku hanyalah bakteri/hina dina tanpa arti

Rasanya tak lagi kita perlu bicara/ketika mata sembab
berkaca-kaca/Telah kutemukan Engkau/setiap kali kujangkau/Selalu
kurindu dalam resah/di ujung zaman yang gelisah

Setelah berjuta abad kucari….


--
Kaka Suminta
http://www.bengkelpena.com


Lebih aman saat online.
Upgrade ke Internet Explorer 8 baru dan lebih cepat yang dioptimalkan untuk Yahoo! agar Anda merasa lebih aman. Gratis. Dapatkan IE8 di sini!

Jumat, Maret 12, 2010

IRONI GAS DI NEGERI GAS BAG.III

Ironi gas di negara gas
Tersandung oleh pasokan gas, PIM berburu gas ke pasar

Ketersediaan pupuk dan ketahanan pangan bagaikan dua sisi mata uang. Hal ini terkait erat dan tidak terpisahkan. Bila pasokan pupuk terpenuhi, ketahanan pangan tidak terganggu. Di sisi lain, jika pupuk langka atau mahal, keamanan pangan akan goyah.
Sayangnya, selama beberapa tahun terakhir produsen pupuk telah bergumul dengan kesulitan mendapatkan gas alam cair untuk produksi seperti yang dialami oleh BUMN pupuk PT Pupuk Iskandar Muda (PIM) di Lhok Seumawe, Aceh.

Sejak tahun 2004 PIM tidak mendapatkan pasokan gas karena kontrak dengan Exxon Mobil berakhir. Exxon kemudian mengalihkan gas ke Jepang. Hilangnya pasokan gas membuat kinerja PIM goyah. Direktur PIM, Mashudianto, mengatakan, untuk mempertahankan pengoperasian dua pabrik PIM itu, dia dan dewan direksi dipaksa untuk mencari gas dari pasar. Akibatnya, gas lebih mahal sehingga uang negara harus dikeluarkan lebih besar.

Meskipun mendapatkan gas dari pasar, masalah tidak lantas selesai. Alasannya adalah karena pasokan gas dari pasar tidak dapat memenuhi kebutuhan PIM sebanyak 11 kargo gas per tahun.

Manajemen PIM terus berupaya mencari gas untuk menghidupkan kedua pabriknya. Pada tahun 2006, BUMN mendapatkan 3 kargo LNG dari BUMN pupuk lainnya yaitu PT Pupuk Kalimantan Timur, dengan cara swap.

Namun, upaya itu masih belum mampu memenuhi kebutuhan gas kedua pabrik PIM. Akibatnya, hanya 25% pabrik yang bekerja dari kapasitas terpasangnya.

Padahal, PIM diserahi tanggung jawab untuk menuplai pupuk urea bersubsidi kepada petani di Aceh dan Sumatera Utara.

Selain itu, bersama dengan PT Pupuk Sriwijaya, PIM melakukan kerjasama operasi untuk menyuplai pupuk bersubsidi ke Sumatera Barat, Riau, Sumatera Selatan, dan Lampung.

"Terpaksa satu pabrik tidak beroperasi. Tapi tetap kami rawat agar ketika gas sudah ada, dapat digunakan kembali," ujar Mashudianto kepada Media Indonesia, beberapa waktu lalu. (Mhk / X-10)


Lebih Bersih, Lebih Baik, Lebih Cepat - Rasakan Yahoo! Mail baru yang Lebih Cepat hari ini!

IRONI GAS DI NEGERI GAS BAG. II

IRONI GAS DI NEGERI GAS

Pupuk Kaltim Menagih Kepastian Pasokan

KUNJUNGAN anggota Komisi VI DPR RI ke Kalimantan Timur (Kaltim), kemarin, benar-benar dimanfaatkan Gubernur Awang Faroek Ishak. Beberapa saat sebelum memaparkan konsep pembangunan Kaltim kepada rombongan anggota dewan di Aula Pemkot Balikpapan, Kaltim, Awang Faroek menyampaikan unek-unek.

"Kami memiliki bagian gas dan batu bara, tapi kesulitan untuk membangun pabrik seperti Pupuk Kaltim dan pembangunan pembangkit listrik tenaga gas. Padahal, kami penghasil gas dan batu bara terbesar di Indonesia. Bahkan 40%-50% gas di dalam negeri berasal dan Kaltim," kata Awang.

Atas nama masyarakat Kal tim ia pun meminta pemerintah pusat menambah jatah gas untuk kebutuhan industri di Kaltim. "Kurangi ekspor gas. Seharusnya kebutuhan dalam negeri dulu diprioritaskan, baru diekspor. Jangan terbalik."

Awang layak galau. Sebagai wilayah penghasil gas, mestinya Kaltim tidak kekurangan gas. Namun, faktanya pabrik pupuk besar di daerah itu, yakni PT Pupuk Kaltim, terus didera kekurangan gas.

Pupuk Kaltim tidak sendirian. Hampir seluruh pabrik pupuk dalam negeri terus megap-megap setiap tahun. Itu disebabkan dari total kebutuhan gas industri pupuk nasional yang mencapai 793 juta standar kaki kubik per hari, produsen gas hanya mampu memenuhi 85% dari permintaan.
Akibatnya, dari kapasitas produksi pabrik pupuk di Indonesia saat ini sebesar 8,6 juta ton per tahun, produksi tercapai hanya 5,8 juta ton per tahun. Khusus untuk Pupuk Kaltim, mereka kini boleh sedikit bernapas lega.

Pekan lalu, Pupuk Kaltim mendapatkan kepastian tambahan pasokan gas melalui principle agreement dengan sejumlah pemasok di bawah konsorsium kontraktor kontrak kerja sama sebesar 80 juta standar kaki kubik per hari. Kontrak gas itu baru dimulai pada 2012 untuk 10 tahun. (SY / Jaz / X-10)


Bersenang-senang di Yahoo! Messenger dengan semua teman
Tambahkan mereka dari email atau jaringan sosial Anda sekarang!

IRONI GAS DI NEGERI GAS BAG. I


http://www.mediaind onesia.com/ read/2010/ 03/08/127901/ 270/115/IRONI- GAS-DI-NEGERI- GAS1

Ironi Gas di Negeri Gas (1)
Pabrik Pupuk Terus Megap-Megap

Senin, 08 Maret 2010 00:01 WIB

DARI sejumlah ironi di negeri ini, soal kebutuhan gas domestik boleh jadi merupakan keanehan paling menyesakkan. Bayangkan, Indonesia yang termasuk 10 negara pemilik cadangan gas terbesar di dunia, dengan total cadangan lebih dari 170 triliun kaki kubik, harus terseok-seok dalam memasok gas untuk kebutuhan pupuk di dalam negeri.

Industri pupuk terpaksa megap-megap karena kekurangan gas akibat lebih dari separuh produksi gas kita diekspor. Sudah separah apakah keganjilan itu? Berikut laporannya.

SUATU hari pada Juli 2008, produksi pupuk jenis urea di PT Pupuk Iskandar Muda (PIM) lumpuh akibat terhentinya pasokan gas sebesar 60 juta standar kaki kubik per hari (million metric square cubic feet per day/mmscfd) dari ExxonMobil Oil Indonesia di Aceh Utara.

Rusaknya pipa transmisi laut milik Exxon membuat PIM berhenti berproduksi selama 15 hari. Dalam kurun itu, PIM kehilangan produksi sekitar 26.640 ton urea. Itu setara dengan US$21,31 juta (lebih dari Rp200 miliar) mengingat harga urea di pasar internasional saat itu telah menembus US$800 per ton.

Padahal, lokasi PIM di Lhok Seumawe, Aceh, terletak di daerah penghasil gas alam yang besar, yakni Arun. Hampir setiap tahun, bersama PT Pupuk Kaltim, Bontang, Kalimantan Timur, PIM harus berjuang mendapat jaminan pasokan gas untuk kegiatan produksi mereka dalam hitungan bulan.

Bagi pabrik pupuk, gas bagaikan aliran darah dalam urat nadi. Terhentinya pasokan gas sebagai bahan baku utama pembuat pupuk berarti lonceng kematian bagi mereka. Dampaknya ialah ketersediaan pupuk di pasaran menurun. Sesuai dengan hukum pasar, ketika komoditas langka, harga jualnya langsung melonjak.

Tak pelak, kondisi itu memukul sektor pertanian. Ujung-ujungnya berimbas pada produksi dan keamanan pangan nasional. (Jaz/RR/X-10)


Coba Yahoo! Mail baru yang LEBIH CEPAT. Rasakan bedanya sekarang!

Dunia Intelijen yang Misterius...

(Dikutip dari:
http://intelindones ia.blogspot. com/2010/ 03/simplifikasi. html)

 
Simplikasi merupakan salah satu teknik intelijen yang telah dikembangkan di dunia Barat maupun Timur serta sangat sering dilakukan oleh pemerintahan rezim militer dalam melakukan proses pembodohan kepada publik. Sebagai bagian dari suatu metode merusak logika publik, simplifikasi sangat cepat diterima publik dan apabila dilakukan repetisi (pengulangan secara terus-menerus) maka publik akan menerimanya sebagai kebenaran.

Dalam artikel kali ini, saya ingin mengungkapkan simplifikasi fitnah aktivis dan politisi Barat terhadap Tentara Nasional Indonesia dan Intelijen Indonesia.

Pertama.

Simplifikasi perilaku TNI dan Intelijen yang melanggar HAM warga negara Indonesia. Berangkat dari simplifikasi permasalahan kemudian dibungkus dengan generalisasi organisasi, secara efektif citra buruk sebagai pelanggar HAM berat terus-menerus dihembuskan oleh aktivis Barat dan sejumlah politisi kepada patriot-patriot Bangsa Indonesia. Hal itu mengandalkan fakta-fakta di masa lalu, misalnya kasus Timor-Timur, Aceh, Maluku dan Papua serta sejumlah modus lama penguasaan militer terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara. Walaupun kasus HAM yang terjadi sangat lokal atau bahkan individual, maka akan disederhanakan dalam kasus pelanggaran HAM yang dilakukan oleh institusi, padahal kedua hal tersebut amat sangat berbeda. Tujuannya adalah melemahkan moralitas dan menghancurkan citra TNI dan Intelijen. Publik sangat senang dengan simplifikasi karena mudah dicerna akal karena menghindari detail duduk persoalan.

Simplifikasi kedua adalah, penciptaan image monster Kopassus yang sangat hebat bagaikan gerombolan pembunuh profesional. Padahal kasus yang melibatkan Kopassus dapat dihitung dengan jari tangan, misalnya penculikan, pembunuhan di masa lalu yang mana kasusnya juga telah diproses melalui pengadilan. Hal ini sebenarnya mencerminkan ketakutan kebangkitan Indonesia yang semakin kuat seiring dengan demokrasi yang seharusnya menghapuskan semua keraguan tentang perubahan Indonesia. Sayangnya sangat jarang orang Indonesia yang melakukan pembelaaan terhadap TNI dan Intelijen. Blog I-I melakukan pembelaan dan membongkar niat busuk asing semata-mata untuk membuka mata kita bahwa diperlukan kecerdasan, ketajaman berstrategi dalam mendukung kemajuan Indonesia Raya. Kita tidak perlu emosi atau bahkan kehilangan moral karena ada pihak-pihak yang terus-menerus melakukan tekanan.

Simplifikasi ketiga adalah belum selesainya reformasi sektor keamaman di Indonesia. Entah apa yang diinginkan oleh pihak-pihak anti Indonesia dalam soal reformasi keamanan. Apakah Indonesia yang begitu besar dan luas tidak boleh memiliki pasukan yang besar dan kuat serta tersebar di seluruh nusantara? Dengan posisi yang berda di perlintasan arus perdagangan internasional dan tersebarnya pulau-pulau serta kekayaan sumber daya alam, sangat wajar apabila Indonesia ingin membangun kekuatan militer yang sesungguhnya sangat inward looking, yaitu mempertahankan kedaulatan negara. Indonesia tidak pernah berpikir untuk memproyeksikan kekuatan militernya keluar, misalnya menyerang negara tetangga. Tetapi pencitraan Indonesia sebagai negara didominasi militer masih saja terus dihembuskan, untuk apa?

Jawabannya adalah untuk memperlambat peningkatan hubungan militer dengan sesama negara demokrasi. Hubungan militer tersebut dalam artian kerjasama militer berupa training dan pembelian alat perang. Salah satu caranya adalah dengan memfitnah TNI dan Intelijen sedemikian rupa sehingga dapat menghalangi proses kerjasama bilateral Indonesia dengan sesama negara demokrasi seperti AS, Australia, Inggris, Jerman, Perancis, dll.

Sebagai bukti perhatikan propaganda ETAN, HRW, Amnesty International, dll yang mencitrakan secara sepihak lembaga-lembaga keamanan Indonesia, anehnya bahkan mereka tidak pernah komunikasi secara sehat dengan lembaga-lembaga keamanan Indonesia yang difitnah. Mereka ingin mendikte kita bukan?

Bagaimana kita menyikapinya? Jawabnya sangat sederhana yaitu hadapi dengan cerdas secara frontal pihak-pihak yang menekan Indonesia, dan minta pembuktian atas fitnah-fitnah yang mereka lakukan. Pada saat yang bersamaan kita teruskan reformasi internal sesuai dengan pemikiran asli Indonesia dan tunjukkan kepada dunia bahwa kita adalah bangsa yang besar yang mampu membangun militer dan intelijen Indonesia yang profesional, serta bukan pelanggar HAM, sebaliknya pelindung rakyat Indonesia yang dicintai oleh rakyat.


Yahoo! Toolbar kini dilengkapi Anti-Virus dan Anti-Adware gratis. Download Yahoo! Toolbar sekarang .

Sebuah Mimpi...

Indonesia Ingin Punya Menara BUMN yang Prestisius

 
 
JAKARTA, KOMPAS.com- Menteri Negara BUMN Mustafa Abubakar menginginkan Indonesia pada suatu saat nanti mampu membangun dan memiliki bangunan prestisius (bergengsi) bernama Menara BUMN.
"Melihat prestasi Wika dalam 50 tahun terakhir, saya berseloroh, Indonesia melalui sinergi BUMN nantinya mampu membangun gedung  prestisius seperti Menara  Petronas Malaysia," katanya dalam Golden Anniversary WIKA ke-50 di Jakarta, Kamis (11/3) malam tadi.
Hadir dalam kesempatan itu sejumlah duta besar negara sahabat, Menteri Perindustrian MS Hidayat dan Wakil Menteri Pekerjaan Umum Hermanto Dardak. 
Mustafa melanjutkan, mimpi untuk memiliki sebuah Menara BUMN yang prestisius semacam itu bukan sesuatu yang sulit diwujudkan dan dimotori oleh PT Wijaya Karya Tbk (Wika) selaku BUMN Konstruksi.
"Peran dan kontribusi Wika selama ini telah menunjukkan tanda-tanda bahwa ia mampu berpartisipasi membangun gedung atau bangunan prestisius seperti Banjir Kanal Timur dan Jembatan Suramadu. Selain itu, Wika juga sudah mampu menggarap pasar konstruksi global antara lain di sejumlah negara di timur tengah.
"Prestasi dan kinerjanya pun terus membaik, terbukti laba bersih 2009 mencapai Rp159 miliar atau lebih besar Rp29 miliar dari tahun sebelumnya atau 100 persen lebih dari target," katanya. 
Menteri Perindustrian MS Hidayat secara terbuka juga menyampaikan apresiasi atas capaian Wika selama ini. Menurut Hidayat, dalam beberapa tahun ke depan, pertumbuhan ekonomi Indonesia akan tumbuh hingga 10 persen.
"Dari beberapa sektor yang akan tumbuh dengan baik, sedikitnya ada enam sektor, salah satunya adalah jasa konstruksi dan di sektor ini, Wika menempati rangking pertama," kata Hidayat.


Selalu bersama teman-teman di Yahoo! Messenger
Tambahkan mereka dari email atau jaringan sosial Anda sekarang!

Senin, Maret 01, 2010

Pernyataan Sikap PRP: Pansus Skandal Bank Century hanya dagelan politik

PERNYATAAN SIKAP

PERHIMPUNAN RAKYAT
PEKERJA
No.:
202 /PS/KP-PRP/e/ II/10

Pansus
Skandal Bank Century hanya dagelan politik!
Bangun
kekuatan politik oposisi alternatif!

Salam
rakyat pekerja,

Episode skandal Bank Century yang ditangani oleh DPR semakin menyita
perhatian masyarakat. Hasil kesimpulan akhir Pansus Bank Century yang
mengerucut pada dua nama pejabat Negara, Sri Mulyani Indrawati dan
Boediono, dianggap sebagai sebuah keberpihakan DPR terhadap nasib
rakyat. Namun yang harus diwaspadai adalah upaya partai-partai
politik di parlemen yang hanya akan mengaitkan kedua nama pejabat
Negara itu saja yang paling bertanggungjawab dalam skandal Bank
Century. Memang benar, bahwa Boediono dan Sri Mulyani merupakan pihak
yang bertanggung jawab dalam skandal Bank Century, namun SBY sebagai
presiden RI ketika itu, tentunya patut dimintai pertanggungjawaban
atas skandal tersebut. Karena jelas SBY sebagai presiden RI
bertanggungjawab akan berjalannya penyelenggaraan pemerintah ini dan
yang dilakukan oleh bawahan-bawahannya, apalagi ketika terkait dengan
upaya penyelesaian krisis ekonomi.

Aliran dana Bank Century yang misterius itu pun diindikasikan menyebar ke
berbagai partai politik untuk mendanai kampanye-kampanye partai
politik pada Pemilu 2009. Hal ini mengakibatkan tawar menawar politik
dalam hal siapa yang akan dikorbankan dalam skandal Bank Century
semakin santer terdengar. Boediono dan Sri Mulyani Indrawati, yang
bukan merupakan anggota partai politik apapun di parlemen, tentunya
menjadi sasaran yang empuk untuk menimpakan seluruh kesalahan dari
operasi politik borjuasi yang berjalan di Indonesia. Sementara
anggota-anggota partai politik yang terlibat, termasuk SBY, sudah
dipersiapkan jalur penyelamatan agar tidak terseret dalam skandal
Bank Century tersebut.

Sudah sejak awal, Pansus Skandal Bank Century dicurigai hanya akan menjadi
renegosiasi politik atau kocok ulang posisi kursi kabinet dari
partai-partai politik di parlemen. Perubahan komposisi suara di
pansus dan rapuhnya koalisi partai pendukung rejim Neoliberal
menunjukan bahwa seluruh partai politik di parlemen serta
elit-elitnya berupaya unutk merebut kue kekuasaan. Di benak mereka,
tidak pernah terpikir bahwa apa yang mereka lakukan untuk kepentingan
rakyat Indonesia.

Akibat dari munculnya skandal Bank Century, beberapa persoalan yang lain
kemudian muncul ke permukaan dan akhirnya diketahui oleh rakyat.
Sebut saja misalnya beberapa kasus korupsi yang dilakukan oleh
anggota-anggota partai politik dan kasus penggelapan pajak yang
dilakukan oleh Aburizal Bakrie. Namun munculnya beberapa kasus
tersebut sebenarnya dilatarbelakangi oleh upaya pembungkaman atau
tawar menawar agar skandal Bank Century ini tidak merembet
kemana-mana. Munculnya beberapa kasus tersebut, sebenarnya
menunjukkan kebobrokan penyelenggaraan pemerintahan yang dilaksanakan
oleh rejim Neoliberal. Kebobrokan tersebut tentunya juga menunjukkan
bahwa penyelenggaraan pemerintahan ini tidak diperuntukan bagi
kepentingan rakyat, namun hanya untuk memenuhi kepentingan para
pemilik modal dan elit-elit politik.

Hal ini bisa terjadi dikarenakan seluruh kebijakan ekonomi politik di
Indonesia ditentukan oleh elit-elit politik yang tunduk kepada rejim
Neoliberalisme. Kepentingan rakyat hanya dijadikan jargon tidak
berguna, dan tentunya lebih mementingkan kepentingan para pemilik
modal dan elit politik borjuasi. Tidak adanya kekuatan politik
alternatif atau oposisi di parlemen tentunya akan melanggengkan
cengkeraman Neoliberalisme di Indonesia.

Maka dari itu, kami dari Perhimpunan Rakyat Pekerja menyatakan sikap:

Keputusan
yang akan dihasilkan dalam Sidang Paripurna DPR pada tanggal 2 Maret
hanyalah dagelan politik baru dari politik borjuasi.

Bangun
kekuatan oposisi rakyat untuk melawan rejim Neoliberal

Kapitalisme- Neoliberalisme
terbukti gagal untuk mensejahterakan rakyat Indonesia. Hanya dengan
SOSIALISME lah maka rakyat Indonesia akan sejahtera.






Jakarta,
27 Februari 2010

Komite
Pusat Perhimpunan Rakyat Pekerja

Ketua
Nasional
(Anwar
Ma'ruf)

Sekretaris
Jenderal
(Rendro
Prayogo)


Komite Pusat
Perhimpunan Rakyat Pekerja
(KP PRP)
JL Cikoko Barat IV No. 10 RT04/RW 05, Pancoran, Jakarta Selatan 12770
Phone/Fax: (021) 391-7317
Email: komite.pusat@ prp-indonesia. org / prppusat@yahoo. com
Website: www.prp-indonesia. org

____________ _________ _________ _________ _________ _________ _


__,_._,___


Berselancar lebih cepat.
Internet Explorer 8 yang dioptimalkan untuk Yahoo! otomatis membuka 2 halaman favorit Anda setiap kali Anda membuka browser.Dapatkan IE8 di sini! (Gratis)

Trs: [Jakarta's Book Worms] Resensi "Mengenang Hidup Orang Lain": Ketika Kematian Dikalahkan oleh Kenangan



--- Pada Ming, 28/2/10, Mangkiki <amang1984@yahoo.com> menulis:

Dari: Mangkiki <amang1984@yahoo.com>
Judul: [Jakarta's Book Worms] Resensi "Mengenang Hidup Orang Lain": Ketika Kematian Dikalahkan oleh Kenangan
Kepada: jakartasbookworms@yahoogroups.com
Tanggal: Minggu, 28 Februari, 2010, 4:42 PM

 
Mengenang Hidup Orang Lain: Sejumlah Obituari
Karya Ajip Rosidi

Terbit Januari 2010 oleh Kepustakaan Populer Gramedia | Binding: Paperback | ISBN: 9789799102225| Halaman: 417

SEMAKIN hari rasanya aku makin mengakrabi kematian. Pergumulan personal akan kematian memberi suatu pemahaman bagiku bahwa kematian tidak perlu ditakuti dan justru perlu disyukuri, karena niscaya semua orang hidup akan menghadapi kematian tanpa kecuali.

Namun lewat pergumulan itu pula aku tahu bahwa kematian tidaklah sepenuh-penuhnya membuat orang 'hilang'. Adapun kenangan yang dimiliki seseorang atau sekumpulan orang selalu membuatnya tetap hidup. Salah satu bentuk kenangan seseorang atau sekumpulan orang akan hidup manusia yang punya peran penting adalah obituari.

Obituari sebenarnya tak lebih dari berita duka cita atas meninggalnya seseorang yang seringkali ditambahkan narasi dari seseorang atau sekumpulan orang akan hidup seseorang yang dirasa signifikan, yang baru saja meninggal. Obituari membuat kenangan akan seseorang terus-menerus hidup. Malah dapat dikatakan demikian: "kematian telah dikalahkan oleh obituari".

Di Indonesia selain Rosihan Anwar, salah seorang penulis obituari yang cukup sering aku temui adalah sastrawan Ajip Rosidi. Ajip selalu menulisnya secara personal, berdasarkan kenangan yang ia miliki akan seseorang itu selama ia hidup.

Di buku "Mengenang Hidup Orang Lain", Ajip Rosidi menghadirkan kisah-kisah nyata tentang hidup sejumlah tokoh yang ia kenal selama hidupnya. Beberapa tokoh yang ditulis aku kenal (bahkan dengan baik), tetapi ada juga yang tidak. Bagiku, bukan masalah kita mengenalnya atau tidak, tetapi lewat membaca obituari hidupnya, kita menjadi punya gambaran bagaimana laku-hidup seseorang itu semasa hidupnya.

Salah satu yang aku kenal hidupnya adalah sastrawan Pramoedya Ananta Toer. Meskipun sering mendengar langsung kisah hidupnya dari Bung Pram sendiri semasa hidup atau keluarganya, namun tetaplah aku terkagum-kagum pada cara Ajip menceritakan siapa Pramoedya sebenarnya. Dalam judul "Pramoedya Individualis Sejati", aku menemukan sosok Pramoedya yang jauh dari hingar-bingar kepolitikan, sesuatu yang cocok dengan pengalamanku saat bertemu dengannya semasa hidup.

Pramoedya memang bukanlah seorang komunis, yang lekat dengan ajaran Marxisme-Leninisme. Ia lebih senang disebut Pramis, karena buatnya lebih berlaku prinsip hidupnya sendiri ketimbang prinsip hidup yang dipatokkan oleh orang lain. Pramoedya yang keras kepala, yang hingga akhir hayatnya selalu tak bisa lepas dari rokok (yang membunuhnya pelan-pelan) dan nutrisari, meskipun gula darahnya sudah mencapai angka 600-an. Itu kenanganku. Namun Ajip Rosidi mampu mengimbuhkan lewat obituari yang dituliskannya sejumlah hal yang aku tahu cuma sepotong-sepotong semisal kesusahan hidup Pramoedya sewaktu muda, detil kisah cintanya dengan istri-istrinya dan lainnya.

Misalnya ia imbuhkan perihal kejadian saat Pramoedya mendirikan biro penulisan naskah, yang ternyata tak cukup sukses hingga Pramoedya harus morat-marit menghidupi keluarganya. Hingga satu kali, Pramoedya mengetuk pintu rumah Ajip Rosidi karena kelaparan. Ia sudah tidak makan berhari-hari dan minta nasi. Ajip yang hanya punya nasi dingin, akhirnya memberikan pada Pramoedya yang dengan lahap menyantap nasi itu berlaukan mentega saja. Atau imbuhan lain, saat Pramoedya mendekati Maimunah. Ternyata Maimunah bersama kakaknya dan Ajip Rosidi, yang saat itu tugas jaga di Gunung Agung! Jadi selama ini, Ajip-lah yang berperan menjodohkan keduanya.

Pada obituari mengenai Rendra, aku temukan imbuhan lain yang cukup menjelaskan, terutama soal perpindahan agama Rendra, lalu niatnya kawin lagi dengan Sitoresmi, dan kemudian Ken Zuraida. Semuanya aku anggap sebagai kenangan yang secara jujur disampaikan Ajip Rosidi akan diri mereka selama hidup.

Aku pikir kenangan-kenangan yang ada di dalam buku ini cukup menyenangkan dibaca meskipun tentu saja kita tidak dapat lepas dari sudut pandang personal Ajip Rosidi yang bisa jadi tidak sebangunan dengan kenangan yang kita miliki. Biarlah lewat kenangan-kenangan yang kita miliki ini mereka terus 'hidup'.

__._,_.___
.

__,_._,___


Akses email lebih cepat.
Yahoo! menyarankan Anda meng-upgrade browser ke Internet Explorer 8 baru yang dioptimalkan untuk Yahoo! Dapatkan di sini! (Gratis)