Jumat, Juli 30, 2010

Di Luar Mati Kepanasan, Di Dalam Kampusku [Bisa Mati Beku]

Bismillaah ...


Hari ini gue menulis lagi di meja Tax Center Universitas Bakrie (sebagian besar kawan-kawan udah komplain seolah-olah ruangan ini jadi ruang pribadi gue, whahaha, sory)-kampus gue,  yang berlokasi di segitiga emas Kuningan, Jakarta Selatan. ya, tulisan kali ini sengaja gue buka dengan wacana subjektif tentang kampus gue, sebab yang mau gue tulis memang tentang salah satu dari sekian banyak hal-hal yang sangat unik dari kampus merah marun ini. ada pun hal yang paling gue concern saat ini adalah, suhu kampusnya yang sangat dingin minta ampun, terutama di tempat gue menulis ini, yakni Tax Center, ruang yang baru sekitar tiga bulanan hadir sebagai penghuni baru di Pulau Abu-Abu ini.

Yup!! beberapa menit sebelumnya, gue basah keringatan (untung wangi) seolah bakal mati kepanasan gara-gara udara Jakarta yang kotor, panas, dan pengap selama perjalanan menuju kampus bersama beberapa junior yang tidak perlu saya sebutkan namanya atau sebut saja nama mereka mawar, ali, dan lina (alumni SMA gue juga, whahaha). Dan ketika gue memasuki pintu depan kampus UB, hawa sejuk membuat otak menjadi plong. pikiran kotor (semakin kotor, whahaha) terdegradasi menjadi pikiran-pikiran yang positif, bener-bener seperti baru keluar dari neraka, lalu kemudian nyasar di Sorga. betapa gue akui, secara fasilitas kampus ini memang mencoba memberi pelayanan yang kondusif demi menciptakan suasana yang nyaman bagi seluruh civitas akademika dalam menjalankan aktivitas keseharian di lingkungan akademis ini.

sayangnya, buat gue dan beberapa kawan-kawan mahasiswa lain yang tidak terlalu terbiasa dengan suhu dingin (maklum biasanya pakai AC alami) hal ini terkadang justru sangat mengganggu. tangan dan seluruh tubuh menggigil bahkan hampir-hampir tak bisa bergerak saking kedinginan. tapi hal itu masih bisa diselesaikan dengan menaikan suhu pendingin ruangannya. di semua ruangan yang ada hal itu masih bisa dilakukan. tetapi malangnya nasib tak dapat ditolak, tempat gue biasa menulis di dunia maya seperti sekarang, yakni Tax Center UB, AC-nya gak bisa dinaikin suhunya [at least begitulah kata security dan teknisi yang saya mintai tolong sebelumnya untuk menaikan suhu AC-nya].

Parahnya lagi, diantara semua ruangan di UB, kayaknya ruangan ini menjadi yang paling dingin di antara yang lain. Bahkan Lab.Komputer UB (yang saat ini tengah berhibernasi) yang dulu menjadi tempat terdingin kedua (setelah kutub utara-selatan) menurut gue, dinginnya telah tersaingi dengan suhu amat rendah di Tax Center ini. persendian tangan gue menjadi sangat kaku, sulit menggerakkan otot-otot jari tangan gue sehingga keyboard komputer yang gue tekan  pun asal-asalan.

kaki gue menjadi keram. kepala pusing, mata berkunang-kunang, perut mual, pengen makan yang khas (nah lo, ngidam apa anemia kali ya??) yang jelas sekujur tubuh menjadi tidak begitu nyaman dengan kondisi ini. akan tetapi gue tetap memaksakan stay di dalamnya. sebab, saat ini cuman TC (singkatan gue seenaknya) ini yang bisa gue pakai secara free buat internetan di kampus selain perpustakaan. lab.komputer dalam proses reparasi, lab.bahasa digunakan oleh bagian akademik, sementara perpus beberapa situs soial media diblokir sehingga gak asyik lagi untuk dipakai online. masih ada alternatif lain sebenarnya, yakni laptop teman (whahahahaha). tapi sayang, semuanya juga pada standby di depan notebook masing-masing, nasib-nasib.

Terlepas dari semua celotehan suara hati gue yang tidak jelas dan tidak begitu penting dalam beberapa kalimat di atas, yang ingin gue state dalam tulisan ini adalah, salah satu hal terunik dari kampus gue adalah, gue gak mungkin mati kepanasan (seperti para pemain bola di AC-Hilang, Italia-krik...krik..krik), tapi gue merasa, bisa mati beku dalam kampus ini, apalagi di ruangan Tax Center ini, wahhahahaha. sumpah dinginnya tak tertandingi. [semoga celotehan ini bisa cukup dapat respon dari pihak-pihak yang mungkin merasa tersentil dengan ini, please no hurt feeling!]


-Seperti terkena Hipotermia di Kutub Utara ... [3.31pm]

Kamis, Juli 29, 2010

Teringat Mozaik-Mozaik Lama


Bismillaah ...


Di sudut kampus, gue duduk sendiri menikmati angin sore Jakarta yang seperti biasanya "tidak pernah segar". penuh polusi, debu apalagi, dan bercampur dengan berbagai hal lain yang membuatnya semakin khas. ya, udara Jakarta menurut gue adalah hal yang paling khas di ibukota ini. udara Jakarta juga yang secara mengejutkan menyibak pikiran gue sore ini dan membawa gue ke dalam labirin-labirin memori masa lalu.

gue teringat dengan mereka-mereka yang kutinggalkan disana. nggak terasa ini sudah masuk tahun ketiga gue merantau di negeri orang. bahkan sekarang sudah ramadhan dan lebaran ketiga gue nggak pulang-pulang. terus mencoba mengadu nasib dalam dunia pendidikan yang semakin hari tidak juga menunjukkan sebuah peningkatan yang berarti. hanya mencoba bertaruh dengan apa yang telah digariskan oleh Dia yang mengatur segalanya di atas sana. siapa tahu pengorbanan perantauan ini bisa memberi hasil yang positif dan memuaskan banyak pihak terutama mereka yang telah banyak berkorban untuk gue di kampung halaman.

hal terakhir ini lah yang secara tiba-tiba membuat gue menjadi sangat melankoli sore ini. gue teringat dengan senyum dan tangis orang tua yang melepas gue di bandara saat itu. betapa apa yang mereka korbankan ternyata begitu tak ternilai dengan apa yang gue berikan. dan betapa sungguh begitu besarnya asa mereka akan permainan nasib yang kini sedang gue jalani disini. mereka hanya bisa bisa berharap bahwa gue bisa memberikan yang terbaik. tapi entah gue bisa memberikan itu atau tidak, saat ini gue hanya bisa tertunduk, malu sekaligus tertantang untuk menjawabnya.

gue juga teringat dengan saudara dan handai tolan yang sudah lama sekali tidak kusapa disana. paling tidak hanya sekadar mengirimkan pesan singkat pun sudah jarang lagi akhir-akhir ini. selain upaya menghemat pengeluaran dari aktivitas mobile seperti ini, tetatpi juga karena waktu yang terkuras habis untuk mengurusi aktivitas-aktivitas dan rutinitas serta tanggungjawab disini. membuat komunikasi dengan mereka menjadi hal tidak lagi diprioritaskan. dan sore ini, udara kotor Jakarta, secara mengejutkan menyeret gue dalam kisi-kisi memori tentang mereka semua disana.

mungkin ini peringatan aja bahwa gue tidak boleh terlalu terlena dengan perjuangan, larut dalam euforia pengalaman merantrau di negeri orang dan menjadi lupa dengan semua yang di belakang. kesimpulan sesaat gue seperti itu.


Dan Kini Kubiarkan Masa Lalu Menghilang,
Tanpa Beban Aku Meninggalkan Belakang ... [Mungkin kah? Mungkin sih, tapi berat!]


RUMAH MIMPI [Era Baru ... Langkah Baru ... Semangat Baru]

















Bismillaah ... Salam Hangat, 


Semangat gue untuk menulis di blog datang lagi. Setelah bertekat untuk memperbarui semua item-item di blogspot gue yang pertama ini (yang gue bangun sejak dua tahun silam, whahahaha), gue juga telah memutuskan untuk membagi secara jelas substansi penulisan di beberapa blog yang gue kelola. dan untuk blogspot ini, akan menjadi ajang gue untuk menulis dalam gaya bahasa yang sederhana, populis, serta secara substansi lebih menjadi forum gue untuk menulis hal-hal yang bersifat pribadi, pengalaman hidup, hal-hal santai yang berhubungan dengan aktivitas serta interaksi sehari-hari gue di Bumi Allah ini.

adapun blog gue yang berada dalam wilayah wordpress, yakni www.msadam.co.cc hanya akan menjadi wadah gue untuk menuliskan hal-hal yang bersifat ilmiah, non-populis, pemikiran dan opini personal menyangkut hal-hal yang universal (kepentingan banyak pihak) serta menjadi wadah untuk pengembangan daya krtisi gue, seperti tajuk dalam blog tersebut, "Mahasiswa Bicara".

Sedangkan blogspot ini telah gue putuskan untuk lebih menjadi forum penulisan gue tentang orang-orang terdekat di sekitar gue, termasuk forum curahan hati. semuanya akan terangkum dalam sebuah mozaik literasi yang insya Allah gue usahakan akan terus berlanjut sampai semangat ini padam (dengan kata lain tidak akan pernah putus).

semoga apa yang gue cita-citakan ini bisa terwujud, amiin ... semuanya hanya untuk satu hal, yakni RUMAH MIMPI ... [sebab dari situlah semangat ini datang lagi]


Dan selama tangan ini masih ingin terus mengukir kata,
kaki ini masih ingin terus melangkah jauh,
mata ini masih kuat untuk menjagai hidup,
hati dan pikiran ini masih setia menemani langkah gontai kita,
maka ...
selama itu kita kan bersama kawan,
dan bersama kita 'kan menyambut asa kita,
yang akan berubah menjadi nyata ...

dan semuanya bermula dari sini,
dari Rumah Mimpi ...


[Untuk saudara-saudara seperjuanganku yang menempuh pendidikan di kampus UB, terutama anak-anak Laskar Penyanyi di Rumah Mimpi-nya]