Kamis, April 22, 2010

KRISIS BUMI = KRISIS KEMANUSIAAN

Bumi
tidak dapat dipisahkan dengan pengelolaan lingkungan hidup. Manusia
dalam upaya pemenuhan kebutuhan hidup sangat bergantung pada daya dukung
lingkungan. Sayangnya ketergantungan tersebut tidak berbanding lurus dengan
tingkat perawatan bumi atau lingkungan yang memadai. Fakta terkini, bahwa
status lingkungan
hidup di Indonesia saat ini sangat kritis dan hampirterjadi secara masif di setiap
daerah. Ini adalah konsekuensi
logis dari eksploitasi sumber daya alam yang dilakukan secara terus menerus dan
sporadis dengan slogan"keruk banyak, jual
murah" yang tentunya berdampak negatif pada ketersediaan sumber daya alam.
Realitanya, luas hutan Indonesia 50 tahun
terakhir diperkirakan terus menyusut, dari 162 juta Ha menjadi 109 juta Ha. WALHI
mencatat 77 juta Ha dari 109 juta hektar hutan tropis Indonesia telah hilang,
sehingga hutan tersebut tinggal 32 juta hektardan akan
semakinbertambah jika tidak ada upaya untuk menanggulangi hal tersebut. Di samping
itu,telah terjadi konversi hutan menjadi perkebunan kelapa
sawitsecara besar-besaran.
Sampai pada tahun 2008, total lahan yang dikonversi untuk perkebunan
sawit telah mencapai 7,8 juta hektardan yang lebih memprihatinkan 57% produksi sawit mentah
dijual ke luar negeri, terutama ke Eropa, sedangkan kebutuhan dalam negeri yang
hanya 3 juta liter minyak sawit mentah pun tak mampu dijamin pemenuhannya.
Kekayaan
alam Indonesia yang seharusnya dapat dimanfaatkan secara arif demi
kesejahteraan rakyatnya telah berubah menjadi kutukan. Kini, Indonesia terancam
bencana ekologis yang sangat besar, yaitu suatu bencana berupa akumulasi dari
krisis ekologis akibat dari ketidakadilan dan gagalnya sistem pengelolaan
alam yang
telah menyebabkan kolapsnya pranata kehidupan rakyat. Hal ini tampaknya sudah
mulai dapat dirasakan secara nyata bukan semata-mata ilusi, terbukti dengan
intensitas terjadinya bencana yang meningkat. Pada tahun 2008 misalnya, Badan
Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana (BAKORNAS PB) mencatat korban menderita
dan mengungsi berjumlah 1.941.597 orang akibat dari 379 bencana berupa banjir, longsor,
kekeringan, kegagalan teknologi, letusan gunung berapi, abrasi, gempa bumi, dan
lain-lain. WALHI juga memperkirakan 83% wilayah Indonesia rawan bencana, akibat
faktor alam maupun akibat ulah manusia.
Daerah Istimewa Yogyakarta merupakansatu dari sekian daerah
di Indonesia yang memiliki masalah lingkungan hidup yang cukup mengkhawatirkan. WALHI Yogyakarta mencatatat
selama kurun waktu 2006 sampai dengan 2010terjadi 101kasus lingkungan, yakni
berupa pelanggaran kebijakan, alih fungsi lahan dan tata ruang, pencemaran,
sampah, pertambangan hingga penggusuranyang sampai sekarang ini belum juga
terselesaikan. Tingginya tingkat pencemaran udara yang
terjadi diperkotaan akibat banyaknya penggunaan
kendaraan bermotor pribadi juga merupakan permasalahan yang sangat serius, jika
tidak ditanggulangi, besar kemungkinanYogyakar ta
akan menjelma menjadi kota polutan seperti halnya kota-kota besar lain. Akses
masyarakat terhadap air bersih semakin sulit,
data
Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta melangsir 70% air tanah di Yogyakarta tercemar(Kompas, 17/3).
Sementara
itu petani di kawasan perisir selatan Yogyakarta kini
sedang berjuang melawan arus kekuatan modal dan negara yang tak pernah
berpihak. Sebab rencana pertambangan pasir besi dan
pembangunan pabrik baja di Kulonprogo akan berdampak buruk
terhadap ekosistem kawasan pesisir,dan akses petani
terhadap tanah untuk sumber-sumber kehidupan terancam hilang. Selain hak atas lingkungan yang
sehat dan asas kemanusiaanyang terancam, rencana
penambangan tersebut terbukti melanggar hak ekonomi, sosialdan budaya masyarakat, sebagaimana termaktub
di dalam UU No11 Tahun 2005 tentang Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak
Ekonomi, Sosial dan Budaya. Silang-sengkarut tata
kelola lingkungan hidup setidaknya disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
1. Lingkungan hidup ditempatkan sebagai barang komoditi dan
sumber daya alam dipandang hanya sebagai resource bukan sebagai aset. Sehingga kebijakan yang dikeluarkan cenderung eksploitatif
dan beorientasi pasar
2. Ilmu pengetahuan dan teknologi dalam pengelolaan
lingkungan hidup tidak berbasis pada ekosistem dan pengetahuan lokal.
3. Ketidakadilan dan ketimpangan penguasaan sumberdaya alam
4. Pendekatan sektoral dan administrarif dalam pengelolaan
sumber daya alam
5. Lemahnya kontrol dan pengawasan, dan
6. Lemahnya penegakkan hukum

Hingga hari ini negera abai untuk mereduksi kehancuran
ekologis dan ketidakadilan sosial ekonomi yang semakin mengkhawatirkan. Pemangku negara, baik pemerintah
pusat maupun daerah, cenderung mengabaikan fakta bahwa Indonesia berada dalam fase kritis, mulai
dari segi ekologis maupun kemampuan bertahan hidup mayoritas. Praktik-praktik
eksploitasi sumber daya alam yang merusak lingkungan masih terus sajaterjadi. Sebuah paradigma yang lebih
mengutamakan kepentingan ekonomis dibandingkan kepentingan ekologis dan
sosiologis. Apabila hal ini terus berlanjut, besar kemungkinan :
1. Pada tahun 2025, dua
pertiga orang di dunia akan mengalami krisis air yang parah
2. Polusi bahan kimia
berbahaya ditemukan di semua generasi baru dan diperkirakan satu dari empat
orang di dunia terpapar polusi udara yang tak sehat
3. Keanekaragaman hayati
telah memasuki tahap kepunahan spesies keenam terbesar
4. Perubahan iklim yang dapat
mengakibatkan meningkatnya badai, banjir, kekeringan dan hilangnya spesies.

UNTUK ITU KAMI MENUNTUT:
1. Keadilan
dalam penguasaan dan pengelolaan sumber daya alam yang ada di indonesia
2. Pengelolaan
sumber daya alam tidak lagi dilakukan secara sektoral, tetapi dilaksanakan
secara holistik dan komperenhensif
3. Pemenuhan
hak-hak atas lingkungan yang merupakan
hak asasi manusia yang selama ini diabaikan
4. Hentikan
praktik-praktik eksploitasi sumber daya alam yang mengakibatkan penurunan daya
dukung li ngkungan dan menimbulkan bencana-bencana ekologis
5. Pemenuhan
sarana dan prasarana umum yang pro rakyat dan lingkungan

Yogyakarta, Hari
BUMI, 22 April 2010

Masykur Isnan
Koordinator Umum
085729280206| masykur_isnan@ yahoo.com

Tidak ada komentar: